TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif alias Buya Syafii menyinggung soal kriteria menteri untuk kabinet yang akan dibentuk Presiden Jokowi mendatang.
Kriteria soal menteri itu menjadi salah satu bahasan yang menurut Buya dibahas ketika bertemu selama 30 menit dengan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh di kediaman Buya, di Perumahan Nogotirto Gamping Sleman Selasa 30 Juli 2019.
"Kami bicara kalau bisa untuk periode (pemerintahan Jokowi) yang akan datang ini, menteri-menterinya betul betul patriot, nasionalis dan petarung," ujar Buya.
Buya mengisyaratkan kecewa dengan kinerja menteri di kabinet Jokowi periode sekarang. Meski ia tak menyebut detil dan siapa menteri yang dimaksud. "Jadi menteri-menterinya yang berani. Jangan seperti sekarang ini, susah kita," ujarnya.
Di samping Surya Paloh, Buya menyinggung jika saat ini partai politik sebagian besar tidak memikirkan bangsa dan negara.
Buya mengatakan partai politik usai pemilu 2019 ini berakhir, langsung memikirkan nasib dirinya sendiri bagaimana untuk pemilu lima tahun mendatang. Sehingga tak ada yang memikirkan rakyat bagaimana lima tahun ke depan.
"Siapa yang memikirkan bangsa ini? Tampaknya teman ini (Surya Paloh) termasuk yang memikirkan bangsa itu. Itu yang mempertemukan saya dengan dia, mudah-mudahan partainya (NasDem) juga ikut dia (Surya Paloh)," ujar Buya.
Buya mengatakan dalam pertemuan dengan Surya Paloh itu, ia tak membahas soal pragmatisme politik. "Kami neggak bicarakan kekuasan, melainkan sesuatu yang lebih besar dari itu," ujar Buya.
Surya Paloh dalam kunjungannya ke Buya Syafii itu mengatakan menjadi kesempatannya sebagai junior yang sedang kembali menemui seniornya. "Sejujurnya, saya bukan orang yang gampang mengagumi orang. Namun kepada Buya, kekaguman saya sejak kenal dulu sampai sekarang masih ada," ujarnya.
Paloh mengaku dalam pertemuan itu memang ia sempat meminta pandangan Buya tentang persoalan kebangsaan saat ini. "Buya ternyata sedang galau, saya bilang ke beliau, 'Saya ikut Buya, saya juga galau', tapi bukan berarti kami pesimis," ujarnya.
Paloh mengatakan kegalauan itu merujuk pada upaya perubahan nasib bangsa di masa datang. "Perjuangan kita makin berat. Kita harus mengajak seluruh komponen bangsa menyadari kalau kita masih melakukan kerja yang biasa-biasa saja, belum melakukan terobosan besar untuk perubahan ke depan," ujarnya.