INFO JABAR — Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengatakan permasalahan di kabupaten dan kota di Jawa Barat bukan kurangnya dana dan ilmu, tetapi program yang tidak tepat untuk menuntaskan masalah.
"Saya menduga permasalahan banyak di situasi seperti itu (program tidak tepat). (Acara) hari ini penting karena akan dipaparkan secara ilmiah oleh konsultan dan tim ahli," ujarnya dalam Forum Pembangunan Daerah (FPD) 2019 di Bandung, Selasa, 30 Juli 2019.
Dia menegaskan, program pembangunan harus diterapkan secara adil, proporsional, bukan sama rata. Ridwan Kamil juga menegaskan pihaknya terus berupaya menanggulangi kemiskinan sambil menjaga pertumbuhan ekonomi. "Ujung-ujungnya Jabar harus juara lahir batin karena cara bekerja, logika, dan inovasinya mengarah pada kesejahteraan yang dipertanggungjawabkan," katanya.
Meski pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat sudah lebih baik dari angka pertumbuhan ekonomi nasional, menurut Ridwan Kamil, pemerataan pendapatan dan pengentasan kemiskinan di Jawa Barat masih perlu ditingkatkan. "Kami mendapat catatan bahwa pertumbuhan ekonomi Jabar sangat baik, yakni 5,6 persen, tetapi indeks ekonomi inklusif masih kurang," ujarnya.
Mantan Wali Kota Bandung itu juga menekankan pentingnya meningkatkan ekonomi inklusif Jawa Barat, salah satunya lewat sektor pariwisata. "Kalau saya boleh tawarkan, identitas Jabar cenderung pariwisata. Multiplier effect-nya inklusif, dari tukang parkir, warung ke restoran, hotel kecil atau homestay naik sedikit ada hotel besar. Saya titip, Jabar ini alamnya indah, saya perintahkan Disparbud bikin sepuluh lokasi unggulan tiap daerah 27 kali 10, ada 270 potensi daerah wisata," ujar dia.
Sementara untuk mengentaskan kemiskinan, dia berujar Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jabar memiliki berbagai program. Di antaranya lewat Kredit Mesra (Masjid Sejahtera), OVOC (One Village One Company), OPOP (One Pesantren One Product), hingga Desa Digital. Program-program mikro tersebut bertujuan meningkatkan pendapatan demi mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif, stabilitas makro ekonomi, serta mengembangkan infrastruktur di wilayah tertinggal.
"Kami bertekad ekonomi inklusif harus berhasil, jadi mesin pembangunan cepat, juga merangkul semua yang terlibat. Kalau hanya cepat, tetapi dikuasai kelompok, saya kira itu bukan ekonomi Pancasila juga. Karena ekonomi inklusif ini penerjemahan sila kelima, yakni keadilan sosial bagi rakyat Indonesia," katanya. (*)