TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengatakan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Iwa Karnawa meminta uang sebesar Rp 1 miliar dalam kasus suap proyek Meikarta. KPK hari ini resmi menetapkan Iwa sebagai tersangka baru kasus tersebut.
Menurut Saut, Iwa meminta uang tersebut kepada Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi Nurlaili terkait pengurusan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi Tahun 2017. RDTR itu menjadi bagian penting untuk mengurus proyek pembangunan proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
"Jadi pada 2017, Neneng Rahmi menerima sejumlah uang terkait dengan pengurusan RDTR Kabupaten Bekasi yang kemudian diberikan kepada beberapa pihak dengan tujuan memperlancar proses pembahasannya," kata Saut di kantornya, Jakarta Selatan pada Senin, 29 Juli 2019.
Saut menjelaskan, pada April 2017, Neneng Rahmi diajak oleh Sekretaris Dinar PUPR untuk bertemu pimpinan DPRD di Kantor DPRD Kabupaten Bekasi. "Pertemuan itu setelah masuk pengajuan Rancangan Perda RDTR," ucap dia.
Lebih lanjut, dalam pertemuan tersebut, Sekretaris Dinas PUPR menyampaikan permintaan uang dari pimpinan DPRD terkait pengurusan tersebut. Permintaan uang pun disetujui. Kemudian, setelah disetujui oleh DPRD, rancangan Perda RDTR Kabupaten Bekasi dikirim ke Provinsi Jawa Barat untuk dilakukan pembahasan.
Namun, Raperda itu tidak segera dibahas oleh kelompok kerja (Pokja) Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD), padahal dokumen pendukung sudah diberikan. Untuk memproses RDTR itu, Neneng Rahmi kemudian bertemu dengan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa.
Saat bertemu, Iwa Karniwa meminta Rp 1 miliar kepada Neneng Rahmi sebagai syarat penyelesaian proses RDTR. "Permintaan tersebut diteruskan kepada salah satu karyawan PT Lippo Cikarang dan direspons bahwa uang akan disiapkan. Beberapa waktu kemudian, pihak Lippo menyerahkan uang kepada Neneng Rahmi," kata Saut.
Lalu, pada Desember 2017, Neneng Rahmi menyerahkan uang Rp 900 juta kepada Iwa Karniwa melalui perantara dalam dua tahap.
KPK pun menyangka Iwa Karniwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.