TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya tarif jabatan yang dipasang dalam proses seleksi terkait kasus dugaan suap jual-beli jabatan di lingkungan pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, yang menyeret Bupati Kudus Muhammad Tamzil.
Fakta adanya pemasangan tarif jabatan itu terungkap dalam pemeriksaan yang dilakukan penyidik KPK terhadap 11 orang saksi hari ini, 29 Juli 2019. Belasan saksi itu berasal dari unsur pejabat setempat level kepala bagian, calon kepala dinas, dan beberapa ajudan dari pemerintah Kabupaten Kudus.
"Kami menemukan memang ada tarif untuk mengisi jabatan-jabatan tertentu. Tapi kami belum bisa sampaikan persisnya berapa," ucap juru bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jakarta Selatan pada Senin, 29 Juli 2019.
Febri menjelaskan, penentuan tarif jabatan ini ditentukan oleh kedua belah pihak. Dalam hal ini adalah Tamzil, selaku Bupati Kudus, staf khususnya bernama Agus Soeranto, dan pelaksana tugas Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kudus, Akhmad Sofyan.
"Tapi itu (tarif) tergantung dengan posisi. Apakah ekselon dua, tiga, dan kewenangan-kewenangan mereka. Itu poin yang kami gali lebih lanjut dalam proses ini," ucap Febri.
KPK menetapkan Tamzil dan Agus Soeranto menjadi tersangka penerima suap jual-beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. KPK menyangka Bupati Kudus itu menerima suap Rp 250 juta dari Akhmad Sofyan.
Tamzil disangka menerima suap bersama Agus Soeranto. Sofyan diduga memberikan duit itu agar bisa dilantik menjadi pejabat definitif di lingkungan Pemkab Kudus. KPK menduga ini bukanlah penerimaan pertama oleh Tamzil.
Tamzil sendiri sebelumnya pernah dipenjara dalam kasus korupsi ketika menjabat Bupati Kudus pada 2003-2008, Ketika itu, dia melakukan korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus tahun anggaran 2004.
Kasus tersebut disidik oleh Kejaksaan Negeri Kudus pada 2014. Dalam kasus itu, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang memvonis Tamzil 22 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. Vonis dijatuhkan pada Februari 2015.
ANDITA RAHMA | M. ROSSENO AJI