TEMPO.CO, Jakarta - Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel KPK) periode 2019-2023 menyangkal telah meloloskan kandidat dengan nilai uji kompetensi rendah. Pansel meminta Koalisi Kawal Capim KPK menunjukan bukti tuduhan tersebut.
"Kalau menuduh pakai bukti lah, merekayasanya apa, pakai bukti saja," kata Ketua Pansel KPK, Yenti Garnasih, kepada wartawan, Ahad, 28 Juli 2019.
Sebelumnya, koalisi menuding ada capim yang mendapatkan nilai rendah dalam uji kompetensi namun tetap diloloskan ke tahap selanjutnya. Pansel menyelenggarakan uji kompetensi pada 18 Juli 2019. Para peserta harus mengerjakan soal pilihan ganda dan membuat makalah tentang pemberantasan korupsi. Dari tes itu, pansel meloloskan 104 kandidat ke tahap psikotes yang dilaksanakan pada Ahad, 28 Juli 2019.
Koalisi menengarai sejumlah calon yang lolos itu sebenarnya tak bisa memenuhi skor minimum kelolosan. Akan tetapi pansel dituding meloloskan calon tersebut. "Informasi yang kami dengar, ada peserta yang mendapatkan nilai kecil, tetapi diloloskan," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia yang tergabung dalam koalisi, Asfinawati, di Kantor LBH Jakarta, Ahad, 28 Juli 2019.
Asfinawati mengatakan mendapat informasi itu dari whistleblower sehingga tak mau menyebut identitas. Dia mengungkapkan ada kejanggalan lain, seperti ada calon yang tidak bisa memenuhi syarat minimum lembar saat membuat makalah namun tetap diloloskan. Selain itu, ia mengatakan ada pula calon yang menuliskan namanya pada lembar makalah, padahal hal itu dilarang untuk menjaga obyekfifitas. Menurut Asfinawati, ada lebih dari satu orang yang diloloskan walau tak memenuhi syarat.
Yenti mempertanyakan validitas informasi yang dimiliki koalisi. Menurut dia, rapat pansel dilakukan dengan sangat rahasia. Selain itu, berkas-berkas juga langsung dimusnahkan begitu tahapan penilaian selesai. "Buktinya mana? Buktinya apa?" ujar dia.
Yenti heran karena pansel selalu dituding tidak transparan. Dia merasa sudah sangat terbuka dengan media. Menurutnya, dia hampir tak bisa bekerja karena terus melayani pertanyaan media. "Kurang apa media saya layani," kata Yenti.