TEMPO.CO, Jakarta - Catatan laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) itu masih ada. Sebanyak lima orang yang tewas, 149 luka-luka, dan 23 orang hilang dalam peristiwa kerusuhan 27 Juli 1996 atau yang lebih dikenal peristiwa Kudatuli. Kasus 23 tahun silam ini tak kunjung terungkap.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengatakan, setelah pengaduan dari sejumlah petinggi PDIP tahun lalu, lembaganya masih melanjutkan pengusutan dengan menemui kembali penasihat hukum dan perwakilan korban. Komnas HAM meminta tambahan berkas-berkas administrasi dan bukti-bukti penguat untuk membantu penyelidikan kepada DPP PDIP. “Tetapi sampai saat ini belum dilengkapi,” ujar Beka kepada Tempo pada Kamis, 25 Juli 2019.
Bukti tambahan yang diminta itu, kata Beka, berupa kronologi peristiwa terkait korban yang mengadu, surat-menyurat yang dilakukan oleh korban, penasihat hukum dan bukti-bukti penguat lain. Tambahan berkas ini telah diminta Komnas HAM kepada PDIP sekitar tiga bulan yang lalu. “Komnas HAM belum bisa menelusuri lagi kasus ini karena bahannya sangat minim,” ujar Beka.
Di pihak lain, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa partainya masih tetap mempercayakan penuntasan kasus ini pada Komnas HAM. Ketika ditanya ihwal berkas-berkas tambahan yang diminta Komnas, Hasto menyebut lembaga tersebut semestinya bergerak aktif. “Mereka bisa mencari bukti-bukti,” ujar Hasto saat ditemui di bilangan Menteng, Jakarta pada Jumat malam, 26 Juli 2019.a
Ali Husen 43 Tahun, Ketua Forum Nasional 27 Juli 1996. Kader PDI Posko Jakarta Barat, korban kerusuhan 26 Juli 1996 yang pernah ditahan di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Tempo/Dewi Nurita
Di tengah saling lempar arang, korban kerusuhan 27 Juli 1996 terus menagih hak mereka. Hidup selama 23 tahun dalam bayang-bayang stigma PKI, membuat Ketua Forum Komunikasi Kerukunan 123 (FKK 124)-Korban 27 Juli 1996, Ali Husen tak berhenti menuntut penuntasan kasus Kudatuli.
“Kami hanya ingin nama kami direhabilitasi, karena kami itu sampai saat ini dicap PKI, pelaku makar. Kami punya hak untuk hidup bermasyarakat,” ujar Ali saat ditemui Tempo di bilangan Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat, 26 Juli 2019. Ali merupakan salah satu dari 124 orang yang diamankan aparat ketika peristiwa itu. Ali sempat ditahan di Rutan Pondok Bambu selama sekitar empat bulan.