27 Juli 1996 pagi, di dalam kantor DPP PDI Diponegoro. Para kader PDI Pro Megawati yang mendengar ribut-ribut teriakan “Hidup Mega”, melongok keluar. Salah satunya adalah Kuncoro, 43 tahun. Ketika itu, dia merupakan Kader PDI Pro-Mega Cabang Tangerang. Kuncoro bersama ratusan kader dari daerah lainnya, selama sebulan lebih sebelum kejadian, berjaga di kantor DPP PDI Diponegoro karena desas-desus Kubu Soerjadi akan mengambil alih markas partai banteng itu.
“Dari dalam, kami dengar ada yang datang, kami menyambut, karena mereka bilang ‘Hidup Mega’. Kami pikir, kawan kami dari daerah,” ujar Kuncoro menceritakan kejadian itu kepada Tempo pada Jumat, 26 Juli 2019.
Kuncoro tak menyangka jika orang-orang berpakaian merah yang meneriakkan nama Megawati itu, ternyata menyerbu mereka. Selain melempar batu dan bom molotov, Kuncoro juga melihat ada botol gas seukuran botol pilox yang dilemparkan. “Seketika keluar asap, gelap, lampu mati, pengap, penuh asap. Saya tidak bisa melihat jelas,” ujar dia.
Lemparan-lemparan batu konblok pun sempat melukai sikut Kuncoro selama berada di dalam gedung. “Itu bukan lemparan biasa, tepat lurus kena sasaran, seperti lemparan orang terlatih,” ujar dia.
Suasana mencekam seperti itu, ujar Kuncoro, berlangsung hingga sekitar pukul 08.00. Sampai akhirnya, dia bisa keluar karena diangkut oleh polisi huru-hara. Ketika hendak dibawa keluar gedung, Kuncoro merasa menginjak-injak sejumlah orang yang tergeletak. “Saya sempat tarik mereka, saya teriak ‘ada orang, ada orang’. Tapi tidak ada yang peduli, semua menyelamatkan diri masing-masing,” ujar dia. Polisi pun, ujar dia, hanya membiarkan saja mereka.
Setelah diamankan dari kantor DPP PDI, Kuncoro bersama ratusan orang lainnya. Total 124 orang pendukung Megawati itu dibawa ke Polda Metro Jaya dan selanjutnya dimasukkan dalam tahanan yang terpisah-pisah. “Ada yang di Rutan Pondok Bambu, ada yang di Rutan Salemba,” ujar dia.
Kuncoro ditahan di Rutan Pondok Bambu. Awalnya polisi menyebut alasan penahanan untuk pengamanan saja. Belakangan, Kuncoro dan para aktivis yang ditangkap itu dikenai pasal 218 KUHP yang berbunyi; “Barang siapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokkan dengan pidana penjara paling lama empat bukan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu”.
“Ibu saya menangis saat datang ke penjara. Saya baru divonis bebas setelah empat bulan, tiga hari ditahan,” ujar Kuncoro.