TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International Indonesia mengemukakan alasan diangkatnya kasus penyiraman terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dalam Kongres Amerika Serikat pada 25 Juli 2019.
Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, ada tiga alasan yang menjadi latar belakang langkah tersebut. "Pertama, sama seperti isu pelanggaran HAM, keseteraan gender, dan pemanasan global. Isu korupsi juga menjadi pembahasan global yang penting diulas," kata dia saat dihubungi, Jumat, 26 Juli 2019.
Usman menilai, serangan terhadap Novel Baswedan memperlihatkan hubungan erat antara isu korupsi dan HAM. Apalagi, kata Usman, ada banyak penyidik KPK yang mengusut korupsi di sektor sumber daya alam juga diserang dan diintimidasi. Usman merasa bahwa Indonesia perlu mendapat dukungan baik dari dalam maupun luar negeri.
Kemudian alasan kedua adalah, serangan terhadap Novel bukanlah masalah teror semata. Tetapi menjadi masalah serius yang mengancam kelanjutan pelaksanaan agenda reformasi di Indonesia. Khususnya, dalam bidang pemberantasan korupsi dan penegakan HAM.
"Terakhir, kasus Novel menjadi sebuah hal nyata bahwa ancaman ada terhadap siapa pun yang memperjuangkan negara agar bebas korupsi maupun kekerasan dan pelanggaran HAM," ucap Usman.
Staf Komunikasi dan Media Amnesty International Indonesia, Haeril Halim, mengatakan kasus penyerangan Novel Baswedan merupakan salah satu dari beberapa kasus-kasus pelanggaran HAM yang menjadi topik pembahasan pada forum "Human Rights in Southeast Asia: A Regional Outlook" di Subcommittee on Asia, the Pacific, and Nonproliferation House Foreign Affairs Committee.
"Manajer Advokasi Asia Pasifik Amnesty International USA, Francisco Bencosme, akan berbicara di Kongres Amerika Serikat pada forum tersebut," ujar Haeril.
"Kami berharap beberapa anggota Kongres AS yang memiliki perhatian terhadap kasus Novel untuk mengirimkan surat mendorong pemerintah atau parlemen Indonesia untuk segera menyelesaikan kasus penyerangan Novel, salah satunya dengan pembentukan TGPF independen," kata dia.
Sebelumnya tim pencari fakta kasus Novel Baswedan yang dibentuk Kapolri Tito Karnavian habis masa kerjanya pada 7 Juli 2019. Dalam laporannya, tim gagal menemukan pelaku maupun aktor intelektual pelaku penyerangan Novel.
Tito Karnavian kemudian kembali membentuk tim yang dinamakan tim teknis untuk mengusut kasus penyerangan Novel Baswedan ini. Tim dipimpin Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Idham Azis. Presiden Joko Widodo memerintahkan tim teknis mengusut temuan TGPF. Jokowi pun memberikan tenggat waktu tiga bulan ke depan untuk mengungkap kasus ini.