TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat menggelar rapat pleno internal untuk membahas permintaan pertimbangan amnesti Baiq Nuril yang diajukan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Ketua Komisi Hukum DPR Aziz Syamsudin mengatakan, rapat pleno akan mendengarkan pandangan dari fraksi-fraksi. "Secara resmi fraksi-fraksi harus utarakan pandangannya dalam rapat pleno," kata Aziz di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 23 Juli 2019.
Rapat dijadwalkan digelar pukul 13.00 WIB hari ini. Namun hingga pukul 13.20 WIB, rapat pleno belum dimulai.
Aziz menuturkan, hasil rapat pleno ini nantinya akan dikirimkan kepada pimpinan DPR. Selanjutnya hasil rapat akan dikirimkan kepada Presiden Jokowi dan dibacakan di rapat paripurna DPR.
Aziz pun mengakui sedari lama ada perbedaan pandangan bahwa pemberian amnesti biasanya terkait kejahatan politik. Dia mengatakan bakal mendengar pandangan-pandangan dari fraksi. Namun, dia memastikan, Komisi Hukum juga akan melihat dalil lain dan kepentingan bersama dalam mengambil keputusan.
"Perbedaan itu kita lihat dari sisi hukum dan pertimbangan dalil-dalilnya lebih bermanfaat bagi kepentingan bangsa dan negara seperti apa," kata dia.
Aziz mengatakan, Komisi Hukum pertama-tama akan bermusyawarah untuk mengambil keputusan. Jika tak tercapai, dia mengatakan Komisi akan menempuh mekanisme lain seperti yang diatur dalam Undang-undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah (UU MD3) yakni voting.
"Pada akhirnya tetap harus ada suatu keputusan dan keputusan itu melalui mekanisme dalam bentuk musyawarah atau dalam bentuk pengambilan keputusan," kata politikus Golkar ini.
DPR sebelumnya menerima surat permintaan pertimbangan dari Presiden Jokowi terkait pemberian amnesti untuk Baiq Nuril. Nuril adalah korban pelecehan seksual yang justru dipidana dengan UU ITE. Menang di pengadilan tingkat pertama, guru honorer SMA Negeri 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat ini dinyatakan kalah di pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung.
Permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Nuril juga ditolak oleh MA. Kini Baiq Nuril menantikan satu-satunya jalan keadilan, yakni amnesti dari Presiden Jokowi.