INFO NASIONAL — Wajah ceria anak-anak itu terlihat jelas ketika mereka melakukan kegiatan menanam sayur-sayuran di halaman sekolah. Tingkah lucu anak menyemai bibit tanaman sayur selintas tak berbeda dengan anak prasekolah pada umumnya. Sesekali guru harus membetulkan cara menggunakan peralatan dan menanam benih terong, tomat, dan cabai yang benar kepada anak-anak yang tampak kebingungan.
Aba-aba, semangat, dan apresiasi kepada setiap anak selalu diberikan oleh guru selama kegiatan berlangsung. Satu persatu nama anak terdengar disebutkan dan diberi pujian ketika mereka dapat menyelesaikan tugasnya.
Baca Juga:
“Kegiatan luar ruang seperti berkebun ini sangat membantu mengarahkan anak-anak melakukan aktivitas bermanfaat, menumbuhkan kemampuan, dan meningkatkan kepercayaan diri mereka agar bisa bersosialisasi dengan orang lain dan masyarakat, mengenalkan lingkungan untuk membentuk keberanian sekaligus kemandirian agar mereka tidak selalu bergantung pada orang lain,” kata Dewi, salah seorang pengajar di Sekolah Non-Formal PKBM Hidayah.
Sekolah yang memanfaatkan sebuah rumah yang dijadikan tempat belajar mengajar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang berlokasi di Desa Tegal Luar, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Menurut Dewi, menanam sayur-mayur itu adalah salah satu kegiatan sekolah di luar ruang untuk melatih kemandirian dan menumbuhkan potensi anak didik PKBM Hidayah untuk melakukan kegiatan layaknya anak-anak normal. Selain berkebun, siswa juga mengikuti kegiatan luar ruang lainnya seperti olahraga, membersihkan halaman, dan bersih sampah di sepanjang sungai Citarum, setiap satu minggu sekali. Melalui kegiatan tersebut, mereka dapat melatih kemandirian dan belajar mengendalikan emosi.
Baca Juga:
Yulianti (36 tahun), pendiri sekolah itu mengungkapkan awalnya sekolah itu dibangun untuk membesarkan anaknya yang juga berkebutuhan khusus. Ia ingin membuktikan sekaligus memberikan contoh kepada semua orang, kunci mendidik anak berkebutuhan khusus adalah ketelatenan, sabar, dan ikhlas.
“Saya membangun sekolah ini karena saya yakin bahwa anak saya bisa dan mau belajar dan pastinya anak-anak lain juga bisa. Dengan sekolah ini, kita dapat mengembangkan potensi anak-anak dan memotivasi orang tuanya agar bisa mendukung anaknya untuk terus tumbuh dan berkembang,” ujarnya.
Menurut para ahli, ABK memang memiliki keunikan yang berbeda dengan anak pada umumnya. Beberapa cirinya, anak-anak dengan kondisi kebutuhan khusus memiliki kontak mata yang tidak fokus dan tidak nyaman jika harus memandang sesuatu dalam waktu lama. Mereka juga tidak suka bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya bahkan dengan orang tuanya sendiri. Pada tingkat emosional, mereka lebih mudah marah dan merasa kesepian, depresi, dan berbeda dengan teman-temannya. Mereka juga mengalami kesulitan berkomunikasi karena tumbuh kembang anak yang mengalami keterlambatan. Karena kondisi itulah mereka dinilai tidak mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.
Yulianti menepis mimpi buruk yang menghantui masa depan anak sulungnya. Dengan tekad kuat ia meyakinkan orang tua dari ABK di daerahnya untuk bangkit dan membangun kemandirian bagi putra putri mereka.
Semangat Yulianti semakin kuat untuk mengembangkan Sekolah PKBM Hidayah, bukan hanya karena melihat perkembangan dari anak-anak peserta didik, tetapi juga adanya dukungan dari Pertamina. Melalui Sekolah Dreamable, program Corporate Social Responsibility (CSR)Pertamina Marketing Operation Region (MOR) III, Yulianti kini dapat mendidik 34 ABK.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman, mengatakan Sekolah Dreamable ini merupakan program Pertamina untuk turut serta dalam pengembangan pendidikan yang berkelanjutan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di wilayah operasi perusahaan.
“Program ini diinisiasi sejak 2018, Pertamina berharap anak-anak berkebutuhan khusus mewujudkan mimpi indahnya di masa depan. Kebetulan sekolah ini masuk dalam ring 1 wilayah operasional Pertamina,” ungkapnya.
Sebagian besar anak-anak berkebutuhan khusus ini berasal dari lingkungan keluarga dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah. Keterbatasan ini yang menyebabkan banyak orang tua enggan menyekolahkan anaknya ataupun mengantar anaknya ke sekolah. Yulianti bersama sejumlah relawan tidak patah arang. Setiap hari ia menjemput anak-anak itu dan bahkan mengunjungi ke rumahnya untuk mengajar mereka. Dengan cara ini, tidak ada lagi hambatan untuk para orang tua di Bojongsoang untuk tidak bisa mengikutsertakan anaknya bersekolah.
Yulianti mengaku, adanya bantuan dari Pertamina untuk menambah fasilitas pendidikan dan fasilitas kebutuhan lainnya ini sangat membantu dan berpengaruh untuk tumbuh kembang anak-anak ini.
Melalui program-program CSR di seluruh negeri, Pertamina bersama-sama dengan masyarakat membantu anak-anak Indonesia lebih sehat, cerdas, dan sejahtera. Mari dukung anak Indonesia jadi energi penggerak bangsa. (*)