TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) Agus Jabo Priyono mengecam sikap aparatur negara yang telah gagal memberikan jaminan keamanan dan melindungi kegiatan Peringatan Hari Ulang Tahun ke23 tahun PRD, 22 Juli 2019 di Surabaya, Jawa
Timur. Peringatan ulang tahun secara nasional itu bertema "Ini Jalan Kita Kedepan: Bangun Persatuan Nasional, Wujudkan Kesejahteraan Sosial, Menangkan Pancasila!"
Kegiatan yang telah mengantongi izin ini, dalam prosesnya menghadapi gangguan-gangguan dari aparat negara serta pihak-pihak lainnya berupa penurunan bendera di Jakarta dan Tuban, pelarangan kegiatan diskusi di Kendari, dan pembubaran paksa di Malang dan Surabaya. Menurut dia, mereka yang keberatan dengan kehadiran PRD tidak mengerti hukum dan tidak mengerti kaidah berdemokrasi. “Kami ini bukan organisasi terlarang,” ujar Jabo ketika dihubungi Tempo pada Selasa, 23 Juli 2019.
PRD memang pernah mendapat status sebagai partai terlarang melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri pada 1997. Namun, ujar Jabo, status itu tak berlaku lagi sejak 1999, ketika PRD diakui oleh Kemendagri dan Komisi Pemilihan Umum sebagai salah satu peserta pemilu. Pada Pemilu 1999 PRD hanya meraih 0,07 persen suara. Sejak saat itu kiprah PRD di kancah politik nasional perlahan memudar. PRD tak pernah lagi mengikuti pemilu nasional.
Jika kecaman dan intimidasi terhadap PRD di antaranya seperti peristiwa Surabaya terus dibiarkan karena urusan sentimen semata, ujar Jabo, ini masalah serius yang bisa memicu konflik horizontal. “Kami tidak ingin itu terjadi.” PRD hanya ingin hak-hak demokrasinya terjamin dan ingin membangun komunikasi dengan semua pihak untuk tetap menjaga persatuan.
PRD didirikan pada 15 April 1996 di Sleman, Yogyakarta dan dideklarasikan pada 22 Juli 1996. Aktivis yang turut membidani berdirinya PRD di antaranya Budiman Sudjatmiko dan Andi Arief. Budiman kini menjadi politikus PDI Perjuangan dan Andi Arief bernaung di Partai Demokrat.
Pada masa Orde Baru PRD mendapat cap negatif karena sangat frontal berhadapan dengan rezim Soeharto. Orde Baru bahkan menuduh PRD sebagai dalang peristiwa
kerusuhan di kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro, 27 Juli 1996. Puncaknya, rezim militer Soeharto menangkapi sejumlah aktivis PRD dan menyatakan PRD sebagai partai terlarang. Kini, PRD sudah berusia 23 tahun, namun cap partai terlarang itu masih melekat.