Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

13 Alasan Koalisi Masyarakat Tolak RUU Pertanahan

image-gnews
Konferensi Pers 'Tunda Pengesahan RUU Pertanahan' di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, pada Ahad, 14 Juli 2019. TEMPO/Andita Rahma
Konferensi Pers 'Tunda Pengesahan RUU Pertanahan' di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, pada Ahad, 14 Juli 2019. TEMPO/Andita Rahma
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah koalisi masyarakat sipil menolak pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-undang atau RUU Pertanahan oleh Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat.

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi mengatakan, masih banyak permasalahan substansi dalam RUU Pertanahan ini yang bertentangan reformasi agraria. Selain itu, mereka menilai rancangan aturan ini belum mengakomodir pengelolaan lingkungan hidup serta sumber daya alam yang baik.

"Draf terakhir RUU Pertanahan per tanggal 22 Juni 2019 belum dapat menjawab ekspektasi masyarakat dan tujuan Undang-Undang Pokok Agraria," kata Rukka dalam keterangan tertulis dikutip Selasa, 23 Juli 2019.

Padahal, kata Rukka, RUU ini awalnya diharapkan menjawab berbagai persoalan dan konflik agraria di Indonesia. RUU ini pun diharapkan dapat mengatur pengelolaan tanah dengan mempertimbangkan sosial, budaya, dan lingkungan hidup. Pemerintah juga berharap adanya RUU ini melengkapi Undang-undang Pokok Agraria yang dinilai belum dapat menjawab permasalahan aktual pertanahan.

Rukka membeberkan, ada 13 alasan koalisi masyarakat sipil menolak pembahasan dan pengesahan RUU Pertanahan tersebut, yakni sebagai berikut.

1. Pembahasan RUU Pertanahan belum melibatkan berbagai pemangku kepentingan, khususnya masyarakat sipil

Rukka mengatakan organisasi masyarakat sipil belum dilibatkan secara memadai dalam pembahasan RUU ini. Dia berujar, upaya organisasi masyarakat sipil untuk memberikan masukan dalam rapat dengar pendapat umum justru tidak diberikan.

Selain itu, mengingat RUU ini banyak kaitannya dengan isu sektor lain seperti hak asasi manusia, lingkungan hidup, ekonomi, transparansi, Rukka berpendapat semestinya DPR dan pemerintah melakukan proses konsultasi publik secara luas.

2.RUU Pertanahan tidak merespon ketimpangan struktural penguasaan tanah

Menurut Rukka, di dalam RUU Pertanahan tidak ada pengaturan atas perombakan penguasaan tanah yang selama ini telah terjadi. RUU ini juga memperluas peluang monopoli dengan tidak diberlakukannya pembatasan penguasaan tanah.

"RUU Pertanahan juga hendak menegaskan kembali domein verklaring melalui Status Tanah Negara, yang dahulu digunakan pemerintah kolonial untuk merampas tanah-tanah masyarakat," kata dia.

3. RUU Pertanahan memicu terjadinya korporatisasi dan komodifikasi tanah

Rukka menyoroti keberadaan Bank Tanah yang hendak diatur di RUU Pertanahan ini. Menurut dia keberadaan Bank Tanah perlu diantispasi agar tak menjadi alat komodifikasi dan pasar tanah.

Apalagi, kata dia, jika Bank Tanah diberikan kewenangan seperti halnya pemerintah dalam perencanaan, perolehan, pengelolaan, dan pemanfaatan tanah, serta pengelolaan keuangan dan aset lainnya dalam rangka mencari keuntungan. "Bank Tanah akan meningkatkan konflik agraria," kata dia.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

BPHTB Pajak Atas Perolehan Hak Atas Tanah Atau Bangunan , Begini Cara Mengurusnya

8 hari lalu

Ilustrasi sertifikat tanah. Istimewa
BPHTB Pajak Atas Perolehan Hak Atas Tanah Atau Bangunan , Begini Cara Mengurusnya

Berikut langkah untuk mengurus Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB.


Konflik Agraria Periode Jokowi Lebih Buruk Dibandingkan Era SBY

9 hari lalu

Konflik agraria yang terjadi di Kendeng bermula pada Juni 2014 yang disebabkan PT Semen Indonesia hendak melakukan pembangunan dan pengoperasian pabrik semen di Kabupaten Rembang. Konflik Kendeng bermula ketika PT Semen Indonesia mendapatkan izin penambangan kapur di Pegunungan Kendeng. Warga sekitar menolak dan menduduki rencana lokasi tapak pabrik. dok. TEMPO
Konflik Agraria Periode Jokowi Lebih Buruk Dibandingkan Era SBY

Konflik agraria periode Jokowi sebanyak 2.939 kasus, 72 warga tewas. Di masa SBY ada 1.520 kasus, 70 tewas.


Petani Desa Pakel Laporkan Dugaan Kasus Intimidasi dan Penganiayaan ke Polresta Banyuwangi

10 hari lalu

Warga Desa Pakel, Banyuwangi, saat berunjuk rasa di depan Pengadilan Tinggi Surabaya di Jalan Sumatera, Surabaya, Rabu, 13 Desember 2023. Dok TeKAD GARUDA
Petani Desa Pakel Laporkan Dugaan Kasus Intimidasi dan Penganiayaan ke Polresta Banyuwangi

Walhi Jawa Timur mencatat sudah ada puluhan kasus intimidasi dan kriminalisasi oleh PT Bumi Sari terhadap warga Desa Pakel, buntut konflik agraria.


PT Bumisari Bantah Intimidasi dan Aniaya Petani Desa Pakel, Ini Penjelasan Manajemen

12 hari lalu

Warga Desa Pakel, Banyuwangi, saat berunjuk rasa di depan Pengadilan Tinggi Surabaya di Jalan Sumatera, Surabaya, Rabu, 13 Desember 2023. Dok TeKAD GARUDA
PT Bumisari Bantah Intimidasi dan Aniaya Petani Desa Pakel, Ini Penjelasan Manajemen

Pihak PT Perkebunan dan Dagang Bumisari Maju Sukses menjawab tudingan intimidasi yang dilakukannya terhadap petani di Desa Pakel


Alasan Masyarakat Adat Suku Awyu Mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

13 hari lalu

Hendrikus Woro hadir menggunakan pakaian adat sebagai saksi sidang kasus pencabutan izin kawasan hutan di Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Selasa 11 Juli 2023. Agenda sidang hari ini pemeriksaan saksi, Kuasa Hukum tergugat menghadirkan dua perwakilan masyarakat adat Suku Awyu. TEMPO-Magang/Andre Lasarus Benny
Alasan Masyarakat Adat Suku Awyu Mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Masyarakat adat suku Awyu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dalam sengketa izin lingkungan perusahaan sawit PT ASL di Boven Digoel, Papua Selatan.


Konflik Agraria di Pakel Banyuwangi, Warga Diintimidasi Hingga Dituduh Menyebarkan Berita Bohong

15 hari lalu

Warga Desa Pakel, Banyuwangi, saat berunjuk rasa di depan Pengadilan Tinggi Surabaya di Jalan Sumatera, Surabaya, Rabu, 13 Desember 2023. Dok TeKAD GARUDA
Konflik Agraria di Pakel Banyuwangi, Warga Diintimidasi Hingga Dituduh Menyebarkan Berita Bohong

Konflik agraria di Desa Pakel Banyuwangi masih terus berlangsung. Warga mendapat intimidasi, kekerasan hingga dituduh menyebarkan berita bohong.


Petani Pakel Diduga Dipukul hingga Pingsan, Walhi Jawa Timur Tuding PT Bumi Sari Kerap Meneror Warga

16 hari lalu

Ilustrasi Pengeroyokan.
Petani Pakel Diduga Dipukul hingga Pingsan, Walhi Jawa Timur Tuding PT Bumi Sari Kerap Meneror Warga

Komplotan orang diduga preman dan sekuriti PT Perkebunan dan Dagang Bumi Sari Maju Sukses mengeroyok satu petani di Desa Pakel, Banyuwangi


Buntut Konflik Agraria, Satu Warga Pakel Diduga Dipukul hingga Pingsan oleh Preman dan Sekuriti PT Bumi Sari

17 hari lalu

Warga Desa Pakel, Banyuwangi, saat berunjuk rasa di depan Pengadilan Tinggi Surabaya di Jalan Sumatera, Surabaya, Rabu, 13 Desember 2023. Dok TeKAD GARUDA
Buntut Konflik Agraria, Satu Warga Pakel Diduga Dipukul hingga Pingsan oleh Preman dan Sekuriti PT Bumi Sari

Warga Desa Pakel merasa lahan mereka diambil secara sepihak oleh perusahaan sehingga menimbulkan konflik agraria hingga sekarang.


AHY Sebut Redistribusi Tanah belum Capai 10 Persen

20 hari lalu

Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (ANTARA/HO-dokumen Biro Hubungan Masyarakat Kementerian ATR/BPN)
AHY Sebut Redistribusi Tanah belum Capai 10 Persen

AHY menyebut redistribusi tanah belum mencapai 10 persen. Reformasi agraria masih jauh dari harapan.


Janjikan Kepastian Hukum, AHY Gandeng Satgas-Anti Mafia Tanah, Polri dan Kejaksaan

23 hari lalu

Menteri ATR/Kepala BPN Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) secara 'door to door' menyerahkan sertifikat kepada salah satu warga, di Kelurahan Sungai Pinang Dalam, Kecamatan Sungai Pinang, Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), Rabu. ANTARA/Ahmad Rifandi
Janjikan Kepastian Hukum, AHY Gandeng Satgas-Anti Mafia Tanah, Polri dan Kejaksaan

Menteri ATR/Kepala BPN, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) gandeng Satgas Anti Mafia Tanah, Polri dan Kejaksaan untuk pastikan penegakan hukum pertanahan.