Kurnia mengatakan KPK di era Ketua KPK Agus Rahardjo cs punya banyak catatan kritis. Di antaranya, mereka tidak transparan dalam penanganan pelanggaran etik di internal lembaga. Selain itu, pimpinan era ini dinilai tak memiliki visi pemulihan aset dalam pemberantasan korupsi.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati bahkan menilai majunya inkumben menghambat upaya pemberantasan korupsi. Pasalnya, kepemimpinan KPK era sekarang gagal mengungkap kasus teror kepada pegawai, salah satunya kepada Novel Baswedan.
Begitupun menurut Panitia Seleksi Capim KPK periode 2019-2023. Pansel sudah menyoroti kinerja kepemimpinan era sekarang sejak rapat pansel pertama. “Baru rapat pertama saja itu yang kami lakukan ha-ha-ha,” kata Hamdy Moeloek kepada Tempo, 18 Juli lalu
Hal yang paling disoroti pansel salah satunya gugatan Wadah Pegawai KPK kepada lima pimpinan ke Pengadilan Tata Usaha Negara pada September 2018. Objek gugatan adalah keputusan pimpinan merotasi 15 pejabat struktural di lingkungan KPK. WP KPK menganggap rotasi dilakukan secara tidak transparan dan berpotensi mengganggu independensi KPK. PTUN menolak gugatan itu. Polemik ini berakhir ketika pimpinan memutuskan memperbarui keputusan rotasi yang mereka buat.
Anggota pansel Marcus Priyo Gunardi menganggap aneh ketika pegawai membawa masalah internal organisasi hingga ke pengadilan. Menurut dia, masalah seperti ini baru terjadi di era kepempimpinan sekarang. “Masa komisioner digugat ke pengadilan,” ujar guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada Ini. Sementara, menurut Hamdy Moeloek era kepemimpinan sekarang hanya mengurusi kasus korupsi kecil. “Tangkapannya receh-receh,” kata dia.
Adapun, Ketua Pansel Yenti Garnasih lebih menyoroti soal terkatung-katungnya sejumlah kasus korupsi. Misalnya saja kasus korupsi pengadaan quay container crane di PT Pelindo II. RJ Lino telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 2015. Namun hingga kini, kasusnya tak kunjung masuk pengadilan. “Kok, ada sampe beberapa tersangka yang terkatung-katung. Itu bukan model KPK,” kata Yenti.
Pakar tindak pidana pencucian dari Universitas Trisakti ini mengatakan KPK justru didirikan untuk menghindari terlalu lamanya proses penyidikan. Maka itu, KPK memiliki fungsi penyidikan dan penuntutan dalam satu atap. Ia mengatakan, karena itu, ketika menetapkan tersangka harusnya lembaga antirasuah ini sudah memiliki bukti yang solid. “Kalau begini kan jadi tidak optimal,” kata dia.