TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi akan memeriksa anggota DPR Fraksi Partai Amanat Nasional Sukiman dalam kasus suap pengurusan anggaran di Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat. "Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk NSP," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, Senin, 22 Juli 2019. NSP adalah Natan Pasomba, tersangka Pelaksana tugas Kepala Dinas PUPR Pegunungan Arfak, Papua Barat.
Selain Sukiman, KPK juga mengagendakan pemeriksaan tenaga ahli Fraksi PAN Suherlan. Mantan Kepala Seksi Perencanaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, Rifa Surya juga diperiksa. Mereka juga akan diperiksa sebagai saksi untuk Natan Pasomba.
KPK menyangka Natan menyuap Sukiman mengurus dana perimbangan untuk Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua pada APBN-Perubahan 2017 dan APBN 2018. KPK menyangka anggota DPR Fraksi PAN itu menerima Rp 2,65 miliar dan USD 22 ribu.
Menurut KPK, kasus bermula saat Pemkab Pegunungan Arfak melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengajukan permohonan Dana Alokasi Khusus pada APBN-P 2017 dan APBN 2018 ke Kementerian Keuangan. Pada proses pengajuan, Natan bersama pengusaha melakukan pertemuan dengan pegawai Kementerian Keuangan.
Pihak pegawai Kemenkeu kemudian meminta bantuan kepada Sukiman selaku anggota DPR untuk memuluskan rencana itu dan memberikan sejumlah uang. KPK memperkirakan jumlah yang telah diberikan Natan untuk pengurusan anggaran ini berjumlah Rp 4,41 miliar, terdiri dari Rp 3,96 miliar dan USD 33.500. Jumlah itu merupakan komitmen fee 9 persen dari total anggaran yang diperoleh Pemkab Pegunungan Arfak.
Dari jumlah itu KPK menyatakan sebanyak Rp 2,65 miliar dan USD 22 ribu diberikan kepada Sukiman antara Juli 2017 sampai April 2018. "Diberikan melalui beberapa perantara," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang.
Saut mengatakan penetapan tersangka terhadap Sukiman dan Natan merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan yang dilakukan terhadap anggota DPR Amin Santono, pegawai Kemenkeu Yaya Purnomo dan seorang konsultan, Eka Kamaluddin.
Majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi telah memvonis tiga orang itu bersalah karena terbukti menerima suap pengurusan anggaran untuk sejumlah daerah. Amin divonis 8 tahun penjara, Yaya 6,5 tahun penjara dan Eka 4 tahun penjara. Yaya dinyatakan melakukan korupsi bersama-sama dengan Rifa.