TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menuntut pemerintah membuka nama-nama perusahaan yang terlibat kasus kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah. Menurut mereka selama ini belum ada keterbukaan terkait hal ini.
“Penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah memang salah satu tuntutan. Tapi pembukaan data informasi terkait mana saja yang terbakar, perusahaan apa saja yang melakukan, itu yang tidak terbuka. Tapi setelah dilakukan tuntutan baru kami tahu,” kata Direktur Walhi Kalimantan Tengah, Dimas Hartono, di kantor Walhi Nasional, Jalan Tegal Parang, Jakarta, Ahad 21 Juli 2019.
Menurut Walhi, pada kebakaran hebat di Kalimantan Tengah pada 2015, yang juga menjadi penyebab gugatan masyarakat pada pemerintah, setidaknya ada sepuluh perusahaan yang terlibat. Salah satunya adalah perusahaan Kalimantan Lestari Mandiri (KLM) yang perkaranya sudah diputuskan.
Sejak 2015, menurut Dimas, perusahaan selalu berdalih kebakaran di wilayah mereka terjadi karena peladangan oleh masyarakat. Begitu pula tahun ini, di mana telah ditemukan 25 titik api, yang lokasinya sama dengan 2015.
“Mereka (perusahaan) selalu mengatakan wilayah kami terbakar karena ada peladangan yang dilakukan masyarakat, tapi kan kami lihat tanggung jawab mutlak bagi seorang investor itu juga harus dilakukan. Terkait wilayahnya yang terbakar,” kata Dimas.
Pasca-kasasi pemerintah ditolak Mahkamah Agung, Walhi sebagai salah satu penggugat mendesak pemerintah membuka informasi perusahaan yang terlibat. “Keterbukaan informasi bahwa pemerintah wajib mengumumkan kepada publik wilayah yang terbakar dan perusahaan yang terlibat, termasuk dana penanggulangan Karhutla oleh perusahaan terlibat,” ujar Direktur Eksekutif Walhi, Nur Hidayati di lokasi yang sama.
Sebelumnya, sejumlah masyarakat menggugat negara pascakebakaran hutan hebat di Kalimantan pada 2015. Mereka menggugat Presiden Republik Indonesia, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Menteri Pertanian Republik Indonesia, Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Gubernur Kalimantan Tengah, dan Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah.
Pengadilan Negeri Palangkaraya pun mengabulkan gugatan tersebut dan menyatakan pemerintah telah melanggar hukum. PN Palangkaraya memerintahkan Jokowi untuk menerbitkan peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, guna mencegah kebakaran hutan dan lahan dengan melibatkan masyarakat.
Pemerintah pun mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Palangkaraya atas putusan tersebut. Namun banding ini ditolak. Pemerintah lalu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan kembali ditolak.