TEMPO.CO, Jakarta - Setelah PKB, Golkar, dan NasDem blak-blakan menyatakan mengincar kursi ketua Majelis Permusyawartan Rakyat, PPP belakangan juga tak sungkan mengungkap keinginannya untuk mendapatkan kursi ketua MPR RI.
"Oh iya, kami juga mengincar kursi MPR. Kalau bisa jadi ketua, lebih bagus. Tapi kalau tidak, minimal PPP dapat Wakil ketua MPR," ujar Plt Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa di Hotel Ledian, Banten pada Sabtu, 20 Juli 2019.
Keinginan PPP itu, kata Suharso, sudah disampaikan kepada partai-partai di Koalisi Indonesia Kerja (KIK). "Tapi kami belum bicara, duduk bersama. Nanti akan kami agendakan itu segera," ujar mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu.
Mekanisme pemilihan pimpinan MPR diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah atau UU MD3 pasal 427C. Berdasarkan aturan tersebut, pimpinan MPR setelah hasil Pemilu 2019 terdiri atas satu ketua dan empat wakil. Pimpinan dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap.
Tiap fraksi dan kelompok anggota dapat mengajukan satu orang bakal calon pimpinan MPR. Kemudian, pimpinan MPR dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna MPR.
Partai Golkar, PKB, dan NasDem mengaku sudah melakukan lobi-lobi politik demi melancarkan kader partai masing-masing duduk di kursi Ketua MPR. Bahkan, PKB memberi sinyal bahwasanya partai tersebut tidak tawar-menawar terkait posisi Ketua MPR untuk Muhaimin Iskandar.
PKB bahkan membuka kemungkinan opsi mengajukan paket bersama partai non-koalisi, jika deal-deal politik dianggap tidak menguntungkan. "PKB tentu ingin menjaga soliditas di koalisi. Tetapi paket itu bisa berubah tergantung perjalanan. Prioritas tentu bersama koalisi," ujar Ketua DPP PKB Jazilul Fawaid di Kompleks Parlemen, Senayan, kemarin.
Di lain sisi, Partai Golkar sebagai partai kedua pemilik kursi terbanyak di parlemen merasa paling berhak atas kursi Ketua MPR RI. "Di parlemen kan posisi berdasarkan kursi, kalau di MPR terkait dengan paket. Tetapi kan urutan (posisi) bergantung kursi, jadi proporsional saja," ujar Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto di Kompleks Parlemen, Senayan pada Rabu, 17 Juli 2019.
PPP menilai, partai pemilik kursi kedua terbanyak di parlemen menjadi Ketua MPR hanyalah tradisi yang tidak tertulis. Tidak ada aturan yang ajeg bahwa pemilik kursi kedua yang berhak menduduki kursi tersebut. "Kami mengatakan, kenapa tidak kalau kita (urutan) paling bungsu yang mendapatkan kesempatan itu," ujar Suharso Monoarfa.