TEMPO.CO, Jakarta-Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra mengatakan pengeroyokan terhadap aparat TNI-Polri di Jambi bermula dari konflik pemanfaatan lahan milik PT Wira Karya Sakti dengan kelompok masyarakat Serikat Mandiri Batanghari. "Persoalan ini sudah terjadi sejak tahun lalu," kata Asep di kantornya, Jakarta, Jumat, 19 Juli 2019.
Menurut Asep, sejak tahun lalu pimpinan SMB, Muslim, menyewakan sejumlah titik di lahan hutan tanaman industri milik PT WKS. Padahal, lahan itu merupakan hutan tanaman industri milik PT WKS dengan total luas 200 ribu hektar. Jumlah penyewa lahan itu, kata dia, diperkirakan sampai seribu orang.
Asep menuturkan, dalam rentang waktu tersebut, pihak berwenang telah mengingatkan bahwa perbuatan Muslim ilegal. Mediasi dengan warga juga sudah dilakukan namun berujung buntu. Akhirnya konflik meletup pada Sabtu, 13 Juli 2019.
Menurut Asep, hari itu sejumlah warga membakar lahan yang mereka sewa dari Muslim. Pembakaran dilakukan untuk membuka lahan agar dapat ditanami tanaman pangan, seperti singkong. "Pohon akasia yang tumbuh di sana juga ditebangi," kata dia.
Tim Satuan Tugas Pemadam Kebakaran Hutan diterjunkan untuk memadamkan api. Namun massa yang tak suka dengan tindakan tim memadamkan api kemudian melakukan penyerangan.
Keributan makin melebar ketika massa bergerak ke Kantor PT WKS di Distrik VIII di Desa Bukit Bakar, Kecamatan Renah Mendahulu, Kabupaten Tanjab Barat. Di sana, massa merusak kantor PT WKS serta menjarah isinya. Massa juga melakukan penyerangan terhadap 3 anggota TNI dan 1 Polisi di lokasi. Asep mengatakan empat anggota itu tengah mendampingi tim pemadam kebakaran.
Asep berujar polisi menangkap 49 orang termasuk Muslim dan istrinya. Mereka yang ditangkap tengah diperiksa di Polda Jambi. Untuk menghindari bentrok susulan, kepolisian menurunkan 320 personel. "Saat ini kondisi sudah aman dan terkendali," kata Asep.