TEMPO.CO, Jakarta - Menandatangani kesepahaman dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menetapkan tiga langkah yang intensif dilakukan untuk memerangi korupsi. Pertama, melakukan pendidikan dan pelatihan di lembaga Muhammadiyah dan masyarakat agar tercipta iklim budaya anti korupsi. "Melahirkan alam pikiran bahwa korupsi itu haram," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir seusai meneken kesepahaman itu dengan Ketua KPK Agus Rahardjo, Kamis, 18 Juli 2019.
Model ini sudah dilakukan Muhammadiyah seperti gerakan anti merokok, selain mengeluarkan fatwa juga menciptakan suasana bahwa korupsi itu merasa menjadi orang asing. "Orang yang korupsi itu merasa menjadi duri," ujar Haedar.
Langkah kedua, Muhammadiyah terus mendorong berbagai institusi pemerintahan melalui peran dakwah. Baik di lingkungan eksekutif, legislatif yudikatif dan TNI/Polri. "Mendorong mereka untuk memiliki political will.” Korupsi harus hilang, penegakan antikorupsi harus ditegakkan dan pemberantasan korupsi menjadi komitmen kolektif.
Menurut Haedar, pemberantasan korupsi bukan hanya tugas KPK. Tapi semua institusi yang menginginkan negeri ini lebih baik. "Jika institusi ada komitmen kolektif, insyaallah akan ada progres yang luar biasa."
Langkah ketiga yang dilakukan Muhammadiyah adalah menanamkan nilai atau dakwah. Upaya ini untuk membentuk karakter orang Indonesia yang berbudi luhur dan meraih rezeki dengan cara halal.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan pihaknya gencar menjalin kerja sama dan penandatangan kesepahaman tentang pemberantasan korupsi. "Dengan NU sudah, sekarang dengan Muhammadiyah." Menurut dia, kesepahaman dengan Muhammadiyah ini bertujuan membentuk karakter bangsa yang tidak koruptif.
Muhammadiyah dinilai punya peran strategis mencegah korupsi. Dalam pencegahan korupsi, Muhammadiyah sudah memiliki metode dan kurikulum. "Nah ini kan saling melengkapi dan saling menyempurnakan apa yang kurang," ujar Agus.