INFO NASIONAL — Pada 2009 lalu, Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca nasional setidaknya 26 persen pada 2020. Kemudian, dalam Intended Nationally Determined Contribution (INDC) tahun 2015, Indonesia meningkatkan janji sukarela untuk mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 29 persen atas usaha sendiri dan hingga 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030. Angka ini melebihi dari skenario business as usual (BAU).
Salah satu yang berperan penting dalam penurunan emisi gas rumah kaca adalah lahan gambut. Lahan gambut tropis merupakan penyimpan karbon yang sangat penting baik dalam skala lokal, regional, maupun global. Semakin berkurangnya jumlah area hutan gambut menyebabkan lepasnya karbon ke atmosfer dan semakin mengurangi kekayaan biotik. Indonesia memiliki hampir 15 juta hektare lahan gambut. Namun, ketika terjadi bencana kebakaran pada 2015, hampir setengahnya mengalami kerusakan.
Baca Juga:
Untuk melakukan restorasi lahan gambut, pemerintah membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) yang mulai beroperasi pada 2016. Salah satu daerah prioritas yang menjadi perharian BRG adalah Kalimantan Tengah. “Kalteng memiliki sekitar 2,8 juta hektare lahan gambut. Karena bencana pada 2015 lalu sekitar 583 ribu hektare mengalalami kerusakan,” ujar Sekretaris Daerah Kalteng Fahrizal Fitri yang juga merupakan Ketua Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) Provinsi Kalteng. Sebagai catatan, tambahnya, daerah yang dicalonkan sebagai ibu kota baru tidak berada di area lahan gambut.
Kembali terkait restorasi lahan gambut, lanjut Fahrizal Fitri, menjadi salah satu fokus tujuan pemerintah. “Kami bersama stakeholders termasuk BRG bersinergi untuk melakukan restorasi lahan yang rusak di mana selain sebagai langkah menjaga lingkungan juga salah satu upaya untuk menyejahterakan masyarakat. Di Kalteng, 10 dari 11 kabupaten/kota memiliki lahan gambut dan sebagian masyarakat hidup berdampingan dengan lahan gambut,” katanya.
Dalam proses restorasi ini dilakukan langkah rewetting, revegetation, dan revitalization. “Hasilnya, awalnya sudah terlihat signifikan. Ketika pada 2015 lalu tercatat ada 11 ribuan hotspot pada 2017 jumlahnya turun hingga 92 persen. Kemudian luas lahan terbakar turun sebesar 98 persen,” ujar Fahrizal Fitri. Di Kalteng juga telah dibangun lebih dari tiga ribu sumur bor sebagai saran pendukung proses pembasahan lahan. “Selain itu, kami membangun kelompok masyarakat peduli api yang menjadi garda terdepan bila ditemukan titik api di lahan gambut,” ujar Fahrizal Fitri.
Baca Juga:
Terkait sinergi dengan BRG, Fahrizal mengaku sangat terbantu dengan keberadaan badan yang mengkhususkan kerjanya fokus pada restorasi lahan gambut ini. “Kami sangat terbantu dengan BRG. Dengan pendampingan dan supervisi yang diberikan serta edukasi kepada masyarakat yang selama ini sangat membantu kami kalam upaya merestorasi lahan gambut yang rusak dan menjaga kondisi lahan gambut di Kalteng secara keseluruhan,” ujarnya. Harapan ke depannya, lanjutnya, sinergi dan kolaborasi ini terus berjalan.
Lebih lanjut mengenai BRG silakan kunjungi https://brg.go.id/ (*)