TEMPO.CO, Jakarta-Tim Advokasi Novel Baswedan menganggap pernyataan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus teror air keras justru menyudutkan kliennya selaku korban.
Anggota tim advokasi, Arief Maulana, menilai pernyataan TGPF mengenai penggunaan kewenangan berlebihan sebagai pemicu penyiraman air keras, sebagai hal yang aneh. “Tim ini justru menyampaikan laporan yang menyudutkan korban,” kata Arief dihubungi, Rabu, 17 April 2019.
Sebelumnya dalam paparan yang disampaikan di Bareskrim Mabes Polri Rabu siang, TGPF mengungkapkan balas dendam sebagai motif penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan pada 11 April 2017. Menurut TGPF, balas dendam itu dipicu penggunaan kewenangan secara berlebihan.
Anggota TGPF, Nur Kholis, mengatakan penggunaan wewenang yang berlebihan membuat Novel menjadi musuh sejumlah pihak yang berperkara di KPK. Tim meyakini motif balas dendam ini terkait dengan kasus korupsi yang tengah ditangani oleh penyidik senior KPK itu. “Ada yang merasa dendam dan berencana melukai penyidik KPK tersebut,” kata dia.
Tim pencari fakta juga menyatakan ada tiga orang yang menjadi terduga pelaku penyerangan Novel. Menurut Nur, ada satu orang tidak dikenal yang mendatangi rumah Novel pada 5 April. Lalu, ada dua orang tak dikenal yang datang ke sekitar rumah Novel. Tim merekomendasikan kepada Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian membentuk tim teknis yang bertugas mengejar tiga sosok itu.
Tim advokasi Novel Alghiffari Aqsa menilai hasil kerja tim selama enam bulan ini mengecewakan. Semula ia berharap tim gabungan dapat mengumumkan siapa pelaku lapangan yang menyiram Novel. “Dengan demikian tidak ada hal signifikan yang ditemukan tim.”
Adapun Novel Baswedan emoh menanggapi dugaan penggunaan kewenangan berlebih dalam kasus yang menimpanya. “Tidak penting bagi saya menanggapi pernyataan ini,” ujar dia.