TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Amnesty Internasional Indonesia, Haeril Halim mengapresiasi langkah pemerintah yang cepat menindaklanjuti permohonan amensti terhukum pelanggaran UU ITE, Baiq Nuril. Ia mengharapkan tanggapan cepat pemerintah untuk Nuril jadi preseden bagi kasus-kasus pelecehan seksual lain.
“Bahkan lebih jauh lagi pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan HAM dapat mengkaji seluruh kasus yang sedang berjalan dengan perempuan korban kekerasan atau pelecehan seksual namun dikriminalisasi,” kata Haeril saat dihubungi, Selasa 16 Juli 2019.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menerima Nuril, Senin pagi, 15 Juli 2019. Nuril menyerahkan surat permohonan amnesti disertai petisi berisi permohonan dukungan untuknya kepada Presiden Jokowi. Sore kemarin, surat dari presiden yang meminta pertimbangan atas amnesti Baiq Nuril masuk ke DPR RI untuk kemudian ditindaklanjuti seusai dibacakan dalam sidang paripurna.
Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto membacakan surat masuk amnesti Nuril dari presiden dalam rapat paripurna DPR RI ke22 di masa persidangan V tahun 2018-2019 siang ini, Selasa, 16 Juli 2019. DPR menerima dua surat. Surat pertama dari Presiden RI tentang permintaan pertimbangan. “Untuk selanjutnya sesuai dengan tata tertib akan dibahas lebih lanjut sesuai dengan aturan yang berlaku," ujar Agus Hermanto.
Haeril mengapresiasi langkah Presiden Jokowi yang cepat mengirimkan surat ke DPR agar dapat dibacakan pada rapat paripurna. Surat itu, kata dia, menekankan apa yang dilakukan Nuril adalah upaya memperjuangkan diri dalam melindungi kehormatan dan harkat martabatnya sebagai perempuan dan seorang ibu. “Ini argumen yang selaras dengan upaya pemajuan dan perlindungan hak asasi perempuan.”
Permohonan pertimbangan amnesti terhadap Nurilmerupakan respons desakan sejumlah kalangan setelah Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali Nuril, terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Putusan itu memperkuat putusan kasasi Mahkamah Agung pada 26 September tahun lalu yang menyatakan Nuril bersalah. la divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta. Putusan tersebut sekaligus menganulir putusan Pengadilan Negeri Mataram yang menyatakan Nuril tak bersalah.
Kasus ini berawal ketika Kepala SMA Negeri 7 Mataram saat itu, Muslim, diduga melakukan perundungan seksual terhadap Nuril secara verbal melalui telepon. Nuril, yang juga tenaga honorer di sekolah itu, merekam percakapannya dengan Muslim tersebut. Tapi Muslim melaporkan Nuril ke polisi atas tuduhan pencemaran nama setelah rekaman itu menyebar.
Setelah keluar putusan peninjauan kembali, Nuril bersafari ke sejumlah lembaga. Pekan lalu, ia berkunjung ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Lalu Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menerima Nuril kemarin pagi. Nuril menyerahkan surat permohonan amnesti disertai petisi yang berisi dukungan agar Presiden Jokowi memberi amnesti untuknya.
Sore kemarin, surat dari presiden yang meminta pertimbangan atas amnesti Baiq Nuril masuk ke DPR RI untuk kemudian bisa ditindaklanjuti seusai dibacakan dalam sidang paripurna.