TEMPO.CO, Jakarta - Presiden terpilih Joko Widodo atau Jokowi tak menyinggung isu hukum dan hak asasi manusia dalam pidatonya bertajuk "Visi Indonesia" di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat pada Ahad malam, 14 Juli 2019. Meski begitu, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Arsul Sani mengklaim isu penegakan hukum dan hak asasi manusia tak akan terabaikan di pemerintahan nanti.
"Nanti dalam pemerintahannya hal-hal yang masih merupakan PR (pekerjaan rumah) dalam penegakan hukum, penyelesaian kasus HAM berat itu saya kira tak akan terabaikanlah," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 15 Juli 2019.
Arsul mengatakan isu hukum dan penyelesaian kasus HAM berat masa lalu akan tetap ditangani oleh pejabat terkait siapa pun nanti yang ditunjuk Jokowi. Adapun ihwal pidato semalam, Arsul mengatakan orasi itu difokuskan pada isu ekonomi dan pembangunan sumber daya manusia.
Arsul berujar Jokowi juga ingin menegaskan perubahan fokus pemerintahannya dari periode pertama ke periode kedua, yakni dari pembangunan infrastruktur ke pengembangan sumber daya manusia.
"Kan soal pembangunan sumber daya manusia itu adalah shifting yang paling besar yang beliau ingin sampaikan dari yang tadinya pemerintahan pertama fokus pada pembangunan infrastruktur," kata Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan ini.
Dia mengimbuhkan, pidato Jokowi semalam juga tak diatur hanya berdurasi 30-40 menit. Arsul beralasan tak semua masalah bisa dibahas dalam rentang waktu tersebut.
"Tentu tidak mungkin semua hal di-addressed ya, disampaikan, beliau tentu memilih hal-hal yang tentu ini akan menjadi menarik," ujarnya.
Pidato "Visi Indonesia" Jokowi membahas lima poin, yakni kelanjutan pembangunan infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia, dibukanya keran investasi seluas-luasnya, reformasi birokrasi, dan penggunaan APBN tepat sasaran. Pidato tersebut dikritik oleh sejumlah kelompok masyarakat sipil lantaran sama sekali tak menyinggung soal hukum dan hak asasi manusia.