TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko mengatakan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi segera mengirim surat kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk meminta pertimbangan terkait amnesti kepada terpidana pelanggaran Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Baiq Nuril Maknun.
"Secepatnya sehingga nanti ada untuk mengirim surat ke DPR, bisa segera (dikirim) dan bisa dimintai pertimbangannya," kata Moeldoko di kantornya, Jakarta, Senin, 15 Juli 2019.
Moeldoko sebelumnya telah menerima kunjungan Nuril bersama kuasa hukum, aktivis, dan anggota DPR Rieke Diah Pitaloka. Dalam pertemuan tersebut, Nuril menyerahkan surat permohonan kepada Jokowi serta petisi dari masyarakat yang mendukung presiden memberikan amnesti kepadanya.
Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 14 Ayat 2, amnesti dan abolisi merupakan kewenangan presiden selaku kepala negara. Namun presiden membutuhkan pertimbangan dari DPR.
Moeldoko berujar Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia juga telah melakukan kajian terkait kemungkinan pemberian amnesti untuk Nuril ini. "Apa yang saya terima hari ini dan saya yakini apa yang kita inginkan bersama mudah-mudahan bisa berjalan dengan baik," kata dia.
Usai bertemu dengan Moeldoko, Nuril menyempatkan membacakan surat pribadinya untuk Jokowi. Dalam surat tersebut ia bercerita tentang awal mula kasus yang menjeratnya dan harapan agar presiden mengabulkan permohonan amnestinya.
"Yang mulia Bapak Presiden, kasus yang menimpa saya terjadi mulai dari tahun 2013. 'Teror' yang dilakukan oleh atasan saya terjadi berulang kali, bukan hanya melalui pembicaraan telepon, tapi juga saat perjumpaan langsung," kata Nuril.
Ia lalu menceritakan bentuk-bentuk dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh mantan atasannya di SMAN 7 Mataram. Saat ini lah tangis ibu tiga anak tersebut pecah.
Dalam suratnya, Nuril juga menceritakan dampak kasus yang menjeratnya ini kepada kehidupan keluarganya. Menurut dia, suaminya harus kehilangan pekerjaan lantaran menjaga anak-anak saat dirinya menjalani proses persidangan.
Nuril menuturkan ia tidak memiliki niat untuk mempermalukan seseorang saat memutuskan merekam percakapan mesum atasannya itu. Rekaman itu ia buat sekadar untuk mewanti-wanti atasannya agar tidak menjalankan niatnya.
"Jika kemudian atasan saya benar-benar “memaksa” saya untuk melakukan hasrat bejatnya, dengan terpaksa, akan saya katakan padanya saya merekam apa yang dia katakan," katanya.
Baiq Nuril menuturkan, yang ia perjuangkan saat ini bukan semata-mata demi dirinya sendiri. "Perjuangan ini adalah perjuangan untuk menegakkan harkat martabat kemanusiaan di negara tercinta ini," ucapnya.
Atas dasar itu, Nuril berharap Jokowi mau memberikan amnesti dan segera menyurati Dewan Perwakilan Rakyat untuk meminta pertimbangannya.