TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo meminta Presiden Joko Widodo segera mengirimkan surat permintaan pertimbangan DPR ihwal amnesti untuk Baiq Nuril. Bamsoet, sapaan Bambang, berharap surat itu sudah tiba awal pekan depan agar DPR bisa membahasnya dalam rapat paripurna.
Baca juga: Kasus Baiq Nuril, Pemerintah Pertimbangkan Tinjau Ulang UU ITE
"Saya berharap surat dari Presiden bisa kami terima hari Senin, sehingga Selasa bisa kami umumkan di paripurna bahwa kita telah menerima surat terkait Baiq Nuril," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 12 Juli 2019.
Seusai dibahas di paripurna, kata Bamsoet, Dewan akan segera menggelar rapat Badan Musyawarah. Rapat Bamus akan menugasi Komisi Hukum DPR untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden. "Hari itu (Selasa) juga kami rapat Bamus. Ini harus segera kita selesaikan."
Baiq Nuril, korban pelecehan seksual yang justru menjadi terpidana kasus pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Berbagai kalangan mendorong presiden untuk memberikan amnesti kepada Baiq. Namun hingga Juma't, 12/7, surat permohonan amnesti belum sampai ke meja Jokowi.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Kamis, 11/7, menyebut akan memberikan argumentasi yuridis kepada Presiden Jokowi terkait hal tersebut. Untuk memberikan amnesti, Jokowi harus meminta pertimbangan kepada Komisi Hukum DPR.
Sejumlah anggota Komisi Hukum, di antaranya Arsul Sani dan Nasir Djamil mengatakan bakal menyetujui amnesti untuk Baiq. "Yakinlah kepada DPR, pasti memberikan persetujuan kepada Presiden. Saya yakin semua fraksi akan memberikan persetujuan," kata Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu, 10 Juli 2019.
Permintaan amnesti kepada Presiden Jokowi ini menjadi langkah terakhir Baiq mencari keadilan setelah Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali yang dia ajukan. Kasus ini bermula ketika Kepala SMA Negeri 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat, Muslim, menelepon Nuril dan berbicara mesum pada 2012. Nuril merekam percakapan itu untuk membela diri sekaligus menampik isu adanya hubungan khusus antara dirinya dan Muslim.
Percakapan itu menyebar dan Nuril justru dituntut dengan tuduhan pencemaran nama baik. Lolos di pengadilan tingkat pertama, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung malah menghukum Nuril. MA menolak PK Nuril, honorer di SMAN 7 Mataram itu dijatuhi hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta.
Jaksa Agung H.M. Prasetyo menyatakan akan menunda eksekusi hukuman terhadap Nuril. Kejaksaan sekaligus memberikan kesempatan kepada Nuril untuk mengajukan amnesti kepada Jokowi.