TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus menyatakan lembaganya tak berwenang memeriksa hakim yang mengadili perkara atas terpidana kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Temenggung.
Baca: KY Minta Publik Lapor jika Putusan Syafruddin Temenggung Janggal
Menurut Jaja, KY menghormati independensi hakim yang telah memutus berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada. "Sesuai ketentuan undang-undang, KY tidak diperbolehkan untuk menilai salah benarnya putusan hakim, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, hingga PK. Putusan yang dibuat hakim merupakan independensi dari majelis hakim," ujar Jaja lewat keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Kamis, 11 Juli 2019.
Sebelumnya, desakan kepada KY untuk memeriksa hakim yang mengadili Syafruddin datang dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Organisasi itu menilai putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan kasasi Syafruddin sebagai dagelan hukum.
Sebab, sebelumnya, pengadilan tingkat pertama menghukum Syafruddin 13 tahun penjara dan denda Rp 700 juta subsider 3 bulan kurungan. Hukuman Syafruddin diperberat di tingkat banding menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan. Namun, di tingkat MA, majelis hakim menyatakan ia tidak terbukti melakukan tindak pidana.
Jaja menjelaskan, dalam hal ini KY diberikan amanat untuk menerima laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dari masyarakat. KY mempersilakan apabila publik ingin mengajukan laporan ke KY terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim, bukan terkait pertimbangan hakim di dalam putusannya. Nantinya, apabila ditemukan indikasi pelanggaran kode etik hakim, KY akan menindaklanjuti laporan tersebut dan memberikan sanksi kepada hakim.
Baca: KY Diminta Periksa Hakim Agung Pengadil Syafruddin Temenggung
"Sampai saat ini, KY belum menerima laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim di dalam kasus tersebut," ujar Jaja.