TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Tata Negara dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti setuju ide Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikan amnesti kepada Baiq Nuril.
Baca: Baiq Nuril: Saya Sebenarnya Tak Ingin Muncul di Publik. Tapi...
"Bab Kekuasaan Pemerintahan Negara pasal 14 ayat 2 UUD 1945 menyatakan presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat," kata Bivitri melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Rabu, 10 Juli 2019.
Secara politik, Bivitri mengatakan dukungan politik untuk Baiq Nuril sudah sangat menguat di DPR. Beberapa fraksi sudah menyatakan kesediaannya untuk menyetujui apabila Presiden meminta pertimbangan DPR untuk memberikan amnesti untuknya. Meski begitu, aspek kehati-hatian mesti dikedepankan dalam aspek hukum.
"Karena ada beberapa pandangan tentang Amnesti, khususnya mengenai pandangan yang menyatakan bahwa amnesti merupakan jalan keluar politik bagi kasus hukum yang terkait dengan pidana yang kental dengan nuansa politik dan cenderung diberikan kepada sekelompok orang," kata Bivitri.
Baca Juga:
Bivitri mengatakan pemerintah perlu menunjukkan komitmennya dalam mengeliminasi segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Dia menilai kasus Nuril ini menjadi kontroversial lantaran adanya isu diskriminasi, relasi gender dan relasi kekuasaan berupa pelecehan seksual yang dilakukan oleh atasan laki-laki kepada bawahan perempuan.
"Sedangkan putusan ini yang diberikan Mahkamah Agung justru mengabaikan aspek ini, meskipun Mahkamah Agung sendiri sudah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum," kata Bivitri.
Seperti yang diindikasikan oleh Menteri Hukum dan HAM, pilihan terbaik bagi Baiq Nuril adalah amnesti. Bivitri mengatakan argumennya terletak pada penafsiran mengenai kepentingan politik dan bukan sebagai kasus politik. Kepentingan politik di sini dapat ditafsirkan secara sosiologis sebagai konsistensi pemerintah dalam menunjukkan komitmennya dalam mengeliminasi segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
Baca: Asa Terakhir Baiq Nuril Mengejar Keadilan
"Pendekatan hukum progresif, yang juga ditekankan oleh Menkumham, sesungguhnya tetap tidak boleh keluar dari koridor hukum yang ada, tapi juga bukan berarti terkungkung, terpenjara oleh pasal-pasal, melainkan memberikan penafsiran yang lebih progresif melihat aspek sosiologis dalam masyarakat," kata Bivitri.