TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Arsul Sani menyatakan akan mendukung Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikan amnesti kepada Baiq Nuril, terpidana kasus pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Baca: Kasus Baiq Nuril, Amnesti dari Jokowi Jadi Solusi Terakhir
Arsul mengatakan sikap dukungan ini akan diberikan kala Presiden meminta pertimbangan Komisi Hukum ihwal pemberian amnesti itu. "Presiden sebelum mengeluarkan putusan akan minta pertimbangan DPR berdasarkan pasal 14 ayat 2 UUD Negara Republik Indonesia 1945. Kewajiban kami di DPR untuk mendukung presiden memberikan amnesti," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 10 Juli 2019.
Arsul mengatakan, Komisi III sebelumnya juga memberikan dukungan kepada Baiq Nuril saat guru honorer SMA Negeri 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat itu datang kepada mereka. Pertemuan Nuril dan Komisi Hukum itu pada Januari lalu, ketika permohonan peninjauan kembali (PK) Nuril tengah diajukan di Mahkamah Konstitusi.
"Kami (sebelumnya) berharap agar keadilan restoratif itu menjadi putusan PK mahkamah Agung, tapi itu tidak terjadi. Nah kami berharapnya itu terjadi melalui instrumen amnesti itu," ujar Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan ini.
Baiq Nuril mengajukan amnesti atau pengampunan kepada Presiden menyusul ditolaknya permohonan PK oleh Mahkamah Agung. Dengan putusan itu, Baiq tetap dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman selama enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Vonis MA terhadap Baiq Nuril ini menuai kritik banyak pihak. Koalisi masyarakat sipil menilai MA menafikan aspek keadilan bahwa Nuril adalah korban yang berusaha membela diri dari pelecehan seksual. Bahkan, Ombudsman menyatakan ada potensi maladministrasi yang dilakukan MA dalam penanganan perkara tersebut.
Baiq Nuril sebelumnya dinyatakan bersalah karena merekam pembicaraan via telepon seluler antara Kepala SMAN 7 Mataram, H Muslim dengan Baiq Nuril, ketika Muslim menelepon Nuril sekitar satu tahun yang lalu. Pembicaraan via telepon tersebut diduga mengandung unsur pelecehan seksual terhadap Baiq.
Rekaman tersebut kemudian disimpan Baiq Nuril dan diserahkan kepada seseorang bernama Imam Mudawin. Imam memindahkan bukti rekaman tersebut dan disimpan secara digital di laptop hingga tersebar luas.
Baca: Yenny Wahid Ikut Dukung Pemberian Amnesti untuk Baiq Nuril
Mahkamah Agung melalui Majelis Kasasi yang dipimpin Hakim Agung Sri Murwahyuni, pada 26 September 2018, menjatuhkan vonis hukuman kepada Baiq Nuril. Baiq lalu mengajukan PK namun ditolak. Perkara ini diputus oleh majelis hakim PK yang diketuai Suhadi, dengan hakim anggota Margono dan Desnayeti.