TEMPO.CO, Jakarta - Pakar terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian Noor Huda Ismail berpendapat program deradikalisasi menjadi tak efektif jika hanya menyasar individu. Sebab, saat ini pola perekrutan anggota teroris sudah menjalar sampai ke keluarga inti.
Baca: Bagaimana Australia Deradikalisasi Anak-Anak ISIS?
"Proses deradikalisasi juga sekarang is not longer individual, but as a family," kata Noor dalam diskusi yang diadakan oleh ruangobrol.id dan Tempo dengan judul “Para Pengejar Mimpi ISIS: Layakkah Mereka Kembali” pada Selasa, 9 Juli 2019.
Ismail mencontohkan, kasus bom Surabaya pada Mei 2018 lalu yang pelakunya merupakan satu keluarga inti, yakni seorang suami, istri, dan ketiga anaknya.
Pola penyebaran paham radikalisme, kata Ismail, saat ini sangat cair. Salah satunya melalui media sosial. Sementara itu, pendekatan mitigasi pemerintah masih berkutat secara formal melalui konferensi.
Senada dengan Ismail, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius pun mengatakan, selama mantan teroris menjalani deradikalisasi,merek harus menciptakan lingkungan yang kondusif. Sehingga ideologi yang meracuni mereka tidak bisa bernapas.
Baca: 32 Terduga Teroris Kalteng Jalani Program Deradikalisasi
Sebab, kata Alius, deradikalisasi tidak bisa dilakukan dengan setahun atau dua tahun, apalagi bulanan. Akan tetapi membutuhkan waktu yang cukup panjang. "Sentuhan kami deradikalisasi di dalam dan luar lapas, termasuk keluarganya," kata Alius.