TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Agung Salman Luthan jadi satu-satunya majelis hakim kasasi perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang menolak melepaskan Syafruddin Temenggung. Ia menyatakan perbuatan Syafruddin adalah tindak pidana. Sementara dua hakim lainnya menyatakan perbuatan Syafruddin perdata dan administrasi.
Baca: Syafruddin Temenggung Dilepas MA, KPK Bakal Lakukan Upaya Hukum
Salman kalah suara dan menyebabkan Syafruddin mesti dilepaskan. "Dalam putusan tersebut, ada dissenting opinion. Jadi tidak bulat," kata juru bicara Mahkamah Agung, Abdullah, di kantornya, Selasa, 9 Juli 2019.
Salman adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Ia terpilih menjadi hakim agung sejak 2010. Saat baru setahun menjabat hakim agung, Salman berani berbeda pendapat dengan hakim agung lainnya saat menyidangkan terdakwa pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni, Prita Mulyasari. Salman memilih memvonis lepas Prita, tapi harus kalah suara dengan majelis hakim lainnya. Walhasil, ibu yang menulis pesan elektronik soal keluhannya terhadap pelayanan rumah sakit itu harus masuk penjara.
Begitupun di kasus Peninjauan Kembali terdakwa pembunuh aktivis HAM Munir Said Thalib, Pollycarpus. Salman menolak memotong hukuman eks pilot Garuda itu, namun ia kalah suara. Sehingga hukuman Pollycarpus berkurang dari 20 tahun menjadi 14 tahun. Salman juga jadi hakim yang menangani PK mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Ia menolak PK dalam kasus penistaan agama itu.
Dalam kasus korupsi, Salman terkenal galak. Ia menolak kasasi Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Namun, ia harus kalah suara dengan hakim lainnya sehingga hukuman Ilham harus berkurang dari 6 tahun menjadi 4 tahun.
Begitu juga saat mengadili kasus korupsi tukar guling lahan Wali Kota Medan Harudman Harahap dan pengusaha Handoko Lie, Salman menghukum keduanya 10 tahun penjara dan pengembalian kerugian negara senilai Rp 185 miliar.
Baca: Beda Pendapat Hakim MA dalam Kasasi Syafruddin Arsyad Temenggung
Ia juga pernah mengadili kasus korupsi mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin. Salman menghukum mantan ketua DPRD Bangkalan itu 13 tahun penjara. Ia juga mencabut hak politik Fuad selama lima tahun dan mewajibkan mengembalikan harta senilai Rp 250 miliar ke negara.