TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat terorisme Noor Huda Ismail menyebut kelompok terorisme Jamaah Islamiyah (JI) masih aktif sebagai gerakan sosial. Mereka bergerak di bidang kebudayaan, bahkan pendidikan.
Baca: Menhan Sebut Melawan Teroris Tak Bisa Hanya Andalkan TNI - Polri
“JI bukan hanya kelompok teror. Kita juga harus lihat sebagai gerakan sosial. Mereka ada dua pendekatan, pertama yang langsung mengikat. Yang kedua pake kebudayaan dan sekolah, punya usaha. Selama ini yang ditangkap baru divisi militernya, tapi kita lupa aspek lainnya,” kata Noor dalam diskusi “Para Pengejar Mimpi ISIS: Layakkah Mereka Kembali” di gedung Tempo, Jakarta, pada Selasa, 9 Juli 2019.
Noor pun mewanti-wanti bahwa JI memiliki standard ganda. Di satu sisi, JI tetap mendukung opsi “jihad” untuk mengubah bentuk negara. Namun di sisi hal, JI mulai terlibat dalam proses demokrasi, seperti demonstrasi dan pemilu.
“Inilah yang dari dulu saya ngomog, penggunaan politik identitas itu berbahaya karena akan ditumpangi oleh orang-orang model ini,” kata Noor.
Jaringan JI sendiri memang sudah tak beraksi lagi sejak 2007 setelah keberadaannya dilarang. Belakang, posisi JI digantikan oleh kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Setelah terbongkarnya JI, Noor mengatakan, bukan tak mungkin kelompok tersebut tak berencana melakukan aksi teror. Mereka hanya sedang mencari momentum yang tepat. "Karena konstruksinya kalau gue kuat, suatu saat akan melawan, mengubah sistem. Itu kan mindset mereka, cuma mereka akan muncul dalam berbagai bentuk,” ucap Noor.
Baca: Polisi Cari Kebun Sawit Jaringan Jamaah Islamiyah Para Wijayanto
Bahkan, Noor menilai, tidak menutup kemungkinan JI bergerak menggunakan nama lain. "Karena nama JI sudah tidak oke lagi," dia menambahkan.