TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Indonesia (KPI) Hardly Stefano Fenelon Pariela mengaku tak merasa diistimewakan dalam seleksi calon anggota KPI periode 2019-2022. Hardly mengatakan sebagai calon inkumben dirinya mengikuti tahapan seleksi sesuai alur.
Baca juga: Anggap Situng KPU Bermasalah, Fadli Zon: Hentikan Penghitungan
"Yang pasti saya menjalani semua proses sebagaimana peserta lainnya, enggak ada perasaan diistimewakan," kata Hardly kepada Tempo, Selasa, 9 Juli 2019.
Seleksi calon anggota KPI oleh Pansel ini melalui empat tahapan, yakni seleksi administrasi, seleksi penulisan makalah, tes psikologi, dan wawancara. Peserta yang lolos empat tahapan itu kemudian mengikuti uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) oleh Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat.
Hardly adalah satu dari tujuh inkumben yang lolos seleksi calon anggota KPI dan kini mengikuti fit and proper test di DPR. Enam calon lainnya ialah Agung Suprio, Dewi Setyarini, Mayong Suryo Laksono, Nuning Rodiyah, Ubaidillah, dan Yuliandre Darwis.
Selain tak merasa diistimewakan, Hardly mempersilakan publik mengikuti proses fit and proper test di DPR untuk menilai langsung kapasitas para calon, termasuk dirinya.
"Kalau saya diistimewakan tapi tidak layak, perform saya pasti lebih buruk daripada yang lain. Penilaian terhadap pencalonan saya bukan saya yang menilai tapi Pansel dan di ujungnya DPR dan juga masyarakat," ujarnya.
Sebelumnya, sejumlah pegiat penyiaran mempertanyakan lolosnya tujuh calon inkumben ini. Mereka pun mendesak agar hasil penilaian Panitia Seleksi Calon Anggota KPI dibuka kepada publik. Pegiat Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran, Muhammad Heychael, mengatakan data itu perlu dibuka agar tak menimbulkan rumor diistimewakannya tujuh calon inkumben itu.
"Kita kan tidak mau jadi rumor bahwa DPR atau pansel mengistimewakan tujuh inkumben. Supaya ini tidak terjadi mari kita buka supaya pemilihan ini berintegritas," kata Heychael kepada Tempo, Selasa, 9 Juli 2019.
Ketua Bidang Penyiaran Aliansi Jurnalis Independen Bayu Wardhana juga meminta dibukanya data pemeringkatan hasil tersebut. Menurut Bayu, hasil pantauan AJI sejak dua periode sebelumnya menunjukkan bahwa prosedur seleksi calon anggota KPI tak pernah ajeg.
"Lebih jauh dari itu, ini juga soal ketidakkonsistenan seleksi KPI. Selalu KPI ini selalu ada perubahan," ujar Bayu kepada Tempo, Selasa, 9 Juli 2019.
Heychael dan Bayu sebelumnya mengajukan surat permintaan keterbukaan informasi kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kementerian Kominfo. Keduanya sama-sama meminta hasil pemeringkatan terhadap 34 calon yang lolos penilaian Pansel.
Selain itu, Bayu meminta dibukanya notulensi rapat Pansel sejak ditunjuk pada Oktober 2018 lalu hingga selesai Juni 2019, termasuk notulensi pertemuan Pansel dengan pemangku kepentingan di bidang penyiaran seperti asosiasi industri penyiaran dan Kementerian Kominfo.
Baca juga: Lalai Hitung Komisi Pemilihan Umum
Adapun Heychael juga meminta dibukanya penelusuran rekam jejak terhadap calon anggota KPI, termasuk hasil penelusuran Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan serta notulensi rapat dengar pendapat Pansel dengan Komisi I DPR pada 13 Mei dan 19 Juni lalu.