TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan perang melawan teroris tidak bisa hanya mengandalkan pada kekuatan TNI - Polri. Menurut dia, kekuatan TNI-Polri hanya satu persen dari total upaya memerangi teroris.
Baca: Polisi Cari Kebun Sawit Jaringan Jamaah Islamiyah Para Wijayanto
"Teroris itu tidak bisa hanya menyerahkan kepada polisi dan tentara, hanya 1 persen. (Sedangkan) 99 persen adalah kekuatan rakyat," kata Ryamizard dalam pidato kuncinya di acara simposium 'Penataan Wilayah Pertahanan Dalam Rangka Mewujudkan Pertahanan Negara yang Tangguh' di kantornya, Jakarta, Selasa, 9 Juli 2019.
Dia mengatakan perang melawan terorisme perlu pendekatan sistem pertahanan rakyat semesta, yakni melibatkan peran serta masyarakat. Pendekatan ini merupakan bagian dari fungsi pertahanan negara untuk melindungi keselamatan segenap bangsa.
"Penanganan ancaman terorisme dilaksanakan dengan pendekatan preventif, koersif, preemptif atau represif, yang disesuaikan dengan perkembangan situasi yang dihadapi serta berdasarkan keputusan politik," tutur Ryamizard.
Sejalan dengan hal tersebut, kata Ryamizard, Kemhan telah mendesain strategi pertahanan negara smart power yang berbasis perang semesta atau total warfare. Strategi ini membutuhkan kombinasi sinergis antara pembangunan kekuatan hard power, yakni kekuatan rakyat dan kesiapan operasional TNI/alutsista. "Dan kekuatan soft power, yaitu mindset dan diplomasi pertahanan kawasan," ucapnya.
Baca: Jaringan Jamaah Islamiyah Para Wijayanto Punya Kebun Sawit
Selain untuk melawan teror, strategi ini pada dasarnya guna mengantisipasi tiga dimensi ancaman, yakni ancaman fisik yang nyata dan belum nyata serta ancaman non fisik yang dapat mengancam ideologi negara.