TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung menegaskan penolakan peninjauan kembali (PK) perkara Baiq Nuril, sudah memenuhi kaidah hukum. Mengetahui banyak yang kecewa dengan putusan itu, MA meminta seluruh pihak memahami fungsi dan kedudukan MA dalam menangani perkara kasasi dan PK.
"Kami bisa memahami reaksi pasca keputusan MA yang menolak PK yang diajukan Baiq Nuril baik dari masyarakat atau pihak terkait," ujar Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro, dalam konferensi pers di Media Center Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Senin, 8 Juli 2019.
Baca juga: Ombudsman Ungkap Potensi Maladministrasi PK Baiq Nuril oleh MA
Meski begitu, Samsan mengatakan dalam perkara kasasi, MA berkedudukan sebagai judex juris, atau hanya memeriksa penerapan hukum dari suatu perkara, dan tidak memeriksa fakta dari perkaranya. MA hanya menilai masalah penerapan hukumnya dan cara melaksanakan peradilan, apakah sudah tepat atau tidak. "Setelah mempelajari seksama putusan kasasi Majelis hakim berpendapat bahwa alasan bahwa ada muatan kekhilafan hakim kekeliruan nyata itu, tak terbukti."
Majelis hakim sidang PK menilai Baiq Nuril terbukti bersalah karena mentransmisikan konten asusila, sebagaimana diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dalam perkara a quo, kata Samsan, terdakwa atau pemohon PK merekam pembicaraan melalui ponsel antara korban dan terdakwa ketika korban menelepon terdakwa sekitar satu tahun yang lalu. Hal ini yang menurut Samsan jelas melanggar dan tak sudah memenuhi unsur pidana.
Baca juga: Hukuman Penjara Baiq Nuril Dinilai Pukulan ...
"Dan hasil rekaman itu disimpan oleh terdakwa. Kemudian barang bukti hasil rekaman diserahkan kepada saksi Imam Mudawin, lalu saksi Imam Mudawi memindahkan ke laptopnya hingga tersebar luas," ujar Samsan.
Putusan kasasi pada 26 September 2018 menghukum Baiq Nuril 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan, tetap berlaku. Samsan mempersilakan jika Baiq Nuril masih akan memperjuangkan kasusnya dengan cara mengajukan amnesti. "Kalau seperti diberitakan, bahwa akan mengajukan amnesti itu haknya."
EGI ADYATAMA | DEWI NURITA