TEMPO.CO, Mataram - Penggalangan dana untuk membantu Baiq Nuril Maknun membayar denda atas vonis Mahkamah Agung kembali dibuka. Paguyuban Korban Undang-Undang ITE (Paku ITE) telah mengumpulkan dana Rp 375 Juta dari total Rp 500 Juta denda yang harus dibayar Nuril setelah upaya peninjauan kembali yang diajukan ditolak MA.
Baca: Jaksa Agung Minta Semua Pihak Pahami Penolakan PK Baiq Nuril
"Kami masih kekurangan Rp 125 juta. Jadi upaya penggalangan dana kami buka kembali," kata Rudy Lombok, relawan Paku ITE NTB, Sabtu, 6 Juli 2019.
Rudy menuturkan penggalangan dana publik dilakukan melalui laman http://kitabisa.com/saveibunuril. Dana yang terkumpul akan digunakan untuk mengurangi hukuman kurungan Baiq Nuril yang telah divonis melanggar Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Dukungan dari publik sangat kami harapkan, mengingat Nuril adalah korban pelecehan seksual yang kemudian menjadi korban UU ITE. Baiq Nuril sangat pantas untuk dibela," kata Rudy.
Selain upaya penggalangan dana, Paku ITE juga menyesalkan putusan MA yang menolak PK Baiq Nuril. Putusan itu dinilai sebagai bentuk kegagalan negara memberikan perlindungan kepada perempuan korban pelecehan seksual dan memberikan impunitas kepada pelaku pelecehan tersebut.
Paku ITE berharap Presiden Jokowi memberi amnesti kepada Baiq Nuril. Mereka juga meminta DPR RI dan pemerintah mencabut pasal-pasal karet dalam UU ITE yang sudah banyak menimbulkan korban.
Kasus Baiq Nuril bergulir sejak 2017 saat ia jadi pegawai honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat. Saat itu ia diadili dengan Pasal 27 ayat (1) UU ITE atas tuduhan merekam dan mentransmisi percakapan berbau asusila. Kepala SMA 7 Mataram saat itu, Muslim, menjadi pelapor dalam perkara tersebut. Nuril sempat ditahan pada 27 Maret hingga 30 Mei 2017 dan jadi tahanan kota sampai Juli 2017.
Baca: Baiq Nuril Tagih Janji Amnesti Jokowi
PN Mataram yang mengadili kasusnya membebaskan Nuril pada 29 Juli 2017. Berselang setahun, pada 26 November 2018, keluar putusan MA atas kasasi jaksa penuntut umum yang membatalkan putusan PN Mataram. Nuril divonis bersalah dan dihukum enam bukan penjara serta denda Rp 500 juta subsider tiga bukan kurungan. Nuril mengajukan PK pada 4 Januari 2019. Pada 4 Juli 2019, Mahkamah Agung menolaknya.