TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyayangkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan peninjauan kembali (PK) terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Baiq Nuril.
Baca: Mahkamah Agung Tolak PK Baiq Nuril dalam Kasus UU ITE
Menurut Fahri, sejak awal yang salah adalah pasal karet UU ITE yang dipakai untuk menjerat korban dalam sejumlah kasus. "UU ITE itu salah kaprah, baiknya pemerintah menarik kembali pasal karet di UU ITE. Masak orang membela diri, terus dia yang kena (jadi tersangka)," ujar Fahri saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan pada Jumat, 5 Juli 2019.
Nuril merupakan mantan pegawai tata usaha SMA Negeri 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat, yang mengalami pelecehan seksual secara verbal oleh eks kepala sekolah tempatnya bekerja, Muslim. Kasus pelecehan itu ia rekam di ponsel.
Alih-alih mendapat perlindungan, Nuril malah diseret ke ranah hukum karena ia dituding menyebarkan rekaman percakapan mesum Muslim. Muslim melaporkan Nuril dengan tuduhan pelanggaran Pasal 27 ayat 1 Undang-undang ITE. Atas pelaporan ini, Nuril digelandang ke pengadilan. Namun di Pengadilan Negeri Mataram, ia terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan Nomor 265/Pid.Sus/2017/PN.
Tak berhenti di sana, Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi. Mahkamah Agung yang menyidangkan kasasi menjatuhkan vonis bersalah terhadap Nuril lantaran dianggap mendistribusikan informasi elektronik yang memuat konten asusila. Ibu tiga anak itu divonis 6 bulan bui dan denda RP 500 juta. Nuril mengajukan PK ke MA. Namun, MA pada akhirnya menolak PK yang diajukan Baiq Nuril.
Baca: Baiq Nuril Serahkan Berkas PK ke Pengadilan Negeri Mataram
Menurut Fahri, putusan MA tersebut mengusik rasa keadilan rakyat. "Orang sudah dilecehkan, bukti pelecehannya direkam, justru dia yang terlecehkan kena kasus. Itu enggak masuk akal. Pemerintah tidak boleh diam saja," ujar dia.