INFO NASIONAL — Ketua Lembaga Pengkajian (Lemkaji) MPR RI, Rully Chairul Azwar, mengungkapkan bahwa pembahasan wilayah negara, pertahanan keamanan negara, menurut konstitusi masih merupakan topik yang hangat dan penting dalam berbagai forum diskusi di Indonesia. Pembahasan wilayah negara dan hankam menjadi penting sebab, Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara wajib melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
“Untuk mengimplementasikan amanat konstitusi tersebut, menjadi kewajiban negara memiliki suatu sistem pertahanan dan keamanan yang mampu melaksanakan tugas-tugas pertahanan dan keamanan dalam menjaga kedaulatan wilayah negara,” ujar Rully dalam sambutannya saat membuka secara resmi Round Table Discussion dengan tema “Wilayah Negara dan Pertahanan dan Keamanan Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945” di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 2 Juli 2019.
Dikatakan Rully, bagi MPR negara wajib melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, seperti diamanatkan dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 adalah nilai yang sangat mendasar dan fundamental. Hingga saat amandemen UUD, bunyi Pembukaan tersebut tidak diubah-ubah.
“Dalam pasal-pasal UUD NRI Tahun 1945 sendiri tentang wilayah negara tertera jelas dalam Pasal 25 A yang menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang,” ujarnya.
“Batas-batas wilayah negara kita, Nusantara kita memang berada pada posisi silang yang sangat strategis, yakni berada pada di antara dua benua dan dua samudera dengan kekayaan alam melimpah yang menjadi satu daya tarik yang sangat luar biasa.”
Dan, kalau perlu menguasainya untuk memiliki kekayaan Nusantara itu. Nah, untuk menjaga itu semua, UUD mengamanatkan negara mempertahankannya melalui Pasal 30 ayat 1-5. “Semua jelas di situ bagaimana peran TNI, Polri, bahkan rakyat dalam bela negara mempertahankan keutuhan wilayah negara,” ucap Rully.
Dia menambahkan, untuk menjaga dan mempertahankan wilayah negara perlu kerja sama, sinergitas antara TNI dan Polri. Dalam Pasal 30 ayat 5 UUD NRI Tahun 1945 diamanatkan semua hal yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara yang dilakukan TNI, Polri, dan juga warga negara semua diatur dalam undang-undang.
“Namun, memang UU tersendiri yang mengatur hubungan yang ada dalam Pasal 30 ayat 5 tersebut belum ada sampai hari ini. Semestinya hubungan antara TNI, Polri juga masyarakat ini diatur dalam sebuah UU. Mungkin dalam diskusi akan lahir wacana segar dalam hal hubungan tersebut sehingga bisa menjadi bahan masukan pihak-pihak yang berkompeten, baik itu MPR, DPR, dan pemerintah,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Rully juga mengingatkan bahwa ancaman-ancaman pertahanan dan keamanan wilayah bukan hanya secara fisik, tetapi di era modernisasi dan teknologi informasi yang luar biasa, ada yang namanya ancaman nonfisik. Dengan teknologi informasi yang canggih, batas-batas negara seperti borderless (tanpa batas).
“Lihat saja dan kita rasakan seperti internet, media sosial masuk sampai ke genggaman tangan kita di rumah. Hal tersebut tidak bisa dipandang remeh, bisa menjadi ancaman pertahanan dan keamanan. Misalnya, dengan masuknya ajaran-ajaran radikal, masuknya ideologi trans nasional, cyber crime, terorisme, dan lain sebagainya yang negatif melalui media-media sosial. Kita lihat bagaimana propaganda ISIS masuk di mana-mana sebagian besar lewat media sosial,” ujarnya.
Diutarakan Rully, potensi-potensi ancaman-ancaman itulah yang harus diperhatikan dan diantisipasi. Salah satu caranya adalah memperhatikan relevansi pasal-pasal dalam konstitusi. Hal itu untuk mengantisipasi berbagai ancaman-ancaman tersebut.
“Saya tegaskan bahwa konstitusi kita harus relevan dan bisa mengantisipasi itu semua. Sebab, konstitusi kita adalah the living constitution, konstitusi kita hidup di setiap zamannya. Bagaimana menjaga konstitusi kita tetap hidup, itulah tugas kita semua elemen bangsa ini termasuk lembaga pengkajian MPR di mana memang Lemkaji ini bertugas melakukan assessment terhadap pasal-pasal dalam konstitusi. Gelar Round Table Discussion ini adalah satu metode sebagai bahan kajian kita. Nanti hasil kajian kami biasanya dalam bentuk rekomendasi/policy rekomendasi, dan kami berikan kepada pimpinan MPR dan pimpinan MPR selanjutnya akan melakukan konsultasi dengan lembaga-lembaga negara lain dan presiden RI,” paparnya.
Round Table Discussion yang berlangsung selama sehari ini, selain dihadiri oleh pimpinan serta anggota Lemkaji MPR RI, juga menghadirkan tamu kehormatan sekaligus pemapar materi diskusi seputar tema yakni, sesi I KASAD Jenderal TNI Andika Perkasa, KASAL Laksamana TNI Siwi Sukma Adji, KASAU Marsekal TNI Yuyu Sutisna, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjend. TNI (Purn.) Hinsa Siburian, Pakar Hukum Laut Prof. Dr. Hasyim Djalal, MA, Pakar Pertahanan Dr. Andi Widjajanto, S.Sos, M.Sc, dan Kepala Badan Informasi Geospasial Pro. Dr. Ir. Hasanuddin Zainal Abidin.
Sedangkan di sesi dua ada Kepala Biro Penyusunan dan Peenyuluhan Hukum Divkum Polri Brigjen. Pol. Dr. Agung Makbul, SH. MH, Pengamat Politik dan Militer/CIRiS Dr. Kusnanto Anggoro, Guru Besar Hukum Internasional Prof. Hikmahanto Juwana, SH, LL.M, Ph.D, Direktur Eksekutif Pusat Studi ASEAN Universitas Indonesia Dr. Edy Prasetyono, MA, Presiden Indonesia Institute for Maritime Studies Dr. Connie Rahakundini Bakrie, M.Si, Konsultan Pertahanan Internasional/Diaspora Indonesia Hamdan Hamedan, MA, dan Laksda TNI (purn.) Ishak Latuconsina, serta dihadiri sekitar 300 orang peserta guru besar, dosen, mahasiswa dan mahasiswi, serta civitas akademika dari beberapa perguruan tinggi. (*)