TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan presiden terpilih Joko Widodo hingga saat ini belum menyusun Kabinet Kerja kedua. Oleh karena itu, informasi di media sosial mengenai nama-nama calon kabinet baru itu tak perlu ditanggapi. "Namanya isu, 'kan setiap pekan (nama-namanya) berganti," katanya saat ditemui di Kantor KSP di Jakarta, Selasa, 2 Juli 2019.
Mantan Panglima TNI itu mengatakan tidak ada tim khusus dalam penyusunan kabinet karena hal itu merupakan hak prerogatif presiden. Moeldoko mengimbau masyarakat tidak perlu terlalu menanggapi informasi yang belum jelas itu, apalagi informasi tentang nama-nama calon menteri itu selalu berganti-ganti.
Baca juga: Jokowi Beri Bocoran Sosok Calon Menteri Kabinet Baru
Sejumlah nama menteri anggota kabinet baru Jokowi beredar di situs jejaring sosial Youtube dan media sosial lainnya. Nama-nama itu di antaranya Sri Mulyani, Luhut Binsar Pandjaitan, Grace Natalie bahkan Sandiaga Uno.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebelumnya menetapkan presiden terpilih dan wapres terpilih Jokowi - Ma'ruf Amin untuk periode 2019-2024. Jokowi - Ma'ruf akan dilantik 20 Oktober 2019.
Pakar ilmu politik Siti Zuhro mengatakan Presiden Jokowi akan lebih percaya diri membentuk kabinet kedua karena sudah mengetahui peta kekuatan politik dengan mengantongi pengalaman sebelumnya. Peneliti senior di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu menambahkan Presiden Jokowi akan mempertimbangkan dengan matang dan komprehensif untuk memilih para pembantunya. “Sekarang jauh lebih banyak pertimbangan untuk mengejar ketertinggalan yang masih belum terimplementasikan maksimal.”
Baca juga: Airlangga: Jokowi Tampaknya Siapkan Restrukturisasi Pemerintahan
Senada dengan Siti Zuhro, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno mengatakan Presiden Jokowi diharapkan lebih independen dan tanpa beban dalam menentukan calon-calon yang akan mengisi kursi menteri. Saat ini, kata dia, Jokowi dinilai memiliki modal sosial politik yang memadai dengan didukung partai politik, relawan dan memiliki “jangkar” yang kuat selama lima tahun dalam memimpin negeri.
Hal itu juga sesuai dengan hak istimewa yang dimiliki seorang presiden yakni hak prerogatif di tengah partai politik yang menjadi pendukung koalisi Indonesia Kerja. Adi mendorong Presiden Jokowi memilih menteri yang memiliki kapasitas dan kompetensi untuk mempercepat pembangunan.