TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyoroti tujuh masalah utama yang masih menggerogoti Polri, di hari ulang tahun Bhayangkara ke73, Senin, 1 Juli 2019. YLBHI menilai masalah ini membuat Polri belum bisa membawa semangat perlindungan, pengayoman, juga penghormatan, dan perlindungan hak asasi manusia.
"Catatan kami didasarkan pada pengaduan dan permohonan bantuan hukum yang masuk ke LBH-LBH, didampingi dan diberikan bantuan hukum," kata Kepala Advokasi YLBHI Muhammad Isnur, dalam konferensi pers di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat.
Baca juga: 45 Ribu TNI-Polri Diturunkan Jaga Penetapan Pemenang Pilpres
YLBHI mencatat sejak tiga tahun lalu hingga sekarang, kepolisian melakukan 115 kasus pelanggaran. Masalah penyiksaan yang paling dominan di antara masalah lain. Hal ini terjadi mulai di tingkat sektor, resor, hingga daerah.
Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, mengatakan sejak 20 tahun reformasi, kultur kekerasan di Polri masih mendominasi. Pembentukan mental polisi yang merakyat belum ada. "Penyiksaan opsi paling mudah. Tinggal disiksa, kemudian ngaku.” Kulturnya masih sama dengan abad kegelapan di Eropa.
Baca juga: Efek Asisten SDM Polri Arief Sulistyanto hingga ke Daerah
Enam masalah lain Polri yang menjadi catatan YLBHI adalah:
- Kriminalisasi dan minimnya akuntabilitas penentuan tersangka
- Penundaan proses (undue delay) terhadap laporan
- Mengejar pengakuan terdakwa
- Penangkapan sewenang-wenang, dan permasalahan akuntabilitas penahanan, dan Penahanan berkepanjangan
- Pembatasan terhadap hak penasihat hukum,
- Pembunuhan di luar proses hukum (extra-juducial killing).
YLBHI menilai perlu reformasi kepolisian, mulai dari fungsi penegakan hukum dan fungsi lainnya, seperti menjaga ketertiban. "Termasuk perbaikan kultur dan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana," kata Isnur.