INFO NASIONAL — Tanah Papua terasa terus memanggilnya dan mengingatkannya untuk pulang. Bergulat dengan pilihan, tetap bekerja di negeri orang atau kembali turut membangun kampung halaman tercintanya, Markus Seseray, 47 tahun, akhirnya memutuskan pilihannya untuk pulang ke Papua.
Markus Seseray sudah menempuh jalan yang panjang. Jepang menjadi negeri tempat mimpinya bermula untuk terwujud. Pada 1996, Markus mengikuti pertukaran pelajar Papua ke Negeri Matahari terbit itu. Namun, karena kendala bahasa, ia tak lama berada di sana. Markus tak putus asa, ia mencoba di kesempatan kedua untuk dapat menimba pengalaman di Jepang. Osaka menjadi tujuannya. Di salah satu kota terbesar di Negeri Sakura itu, Markus bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang bangunan.
Baca Juga:
Kata hatinya untuk kembali ke Papua itu makin menguat pada tahun 2000. Alasan lainnya, pada tahun itu diberlakukan otonomi khusus Papua yang menurutnya adalah kesempatan besar bagi putra Papua untuk membangun daerahnya. “Saya pikir ada peluang kembali ke sana. Saya sudah punya modal sedikit yang bisa dipakai untuk berwiraswasta di Papua. Apalagi setelah otsus, putra Papua diperhatikan, diberikan kemudahan,” kata Markus. Ia membuktikan janji lamanya sebelum merantau. “Kalau berhasil di sana (Jepang), saya harus pulang buka lapangan kerja,” ujarnya, yang ingin ditepatinya.
Hasil dari melanglang buana ke Jepang itu dimanfaatkannya sebagai modal membangun usaha. Ia membeli tanah di kawasan Jayapura, Papua, dan membangun toko pada 2004, yang perlahan terus berkembang. Selain itu, ia pun membuka usaha permainan biliar, 16 meja dimilikinya dan membuka jasa warung telekomunikasi alias wartel.
Namun, usaha wartelnya tutup karena tak menjanjikan seiring semakin mudahnya kepemilikan ponsel. Sehingga tersisa dua ruangan yang kemudian Markus memanfaatkannya untuk berjualan sembako dan membuka usaha fotokopi. Kini, yang masih bertahan hanya usaha toko kelontong karena mesin fotokopi rusak dan tidak bisa beroperasi.
Baca Juga:
Lima tahun lalu, saat pusat perbelanjaan mulai berdiri di Jayapura, Markus sempat khawatir akan berdampak pada usahanya. Namun, kekhawatirannya tak terbukti. Ia justru melihat peluang bisnis baru, yaitu jasa penitipan helm bagi para pengunjung mal. “Penghasilan saya bertambah, dari jasa penitipan helm itu jadi tambahan pemasukannya lumayan,” katanya.
Pada 2012, Markus menerima tawaran untuk bergabung dengan SRC yang merupakan program pemberdayaan UKM binaan Sampoerna. Sejak diluncurkan pada 2008, kini SRC telah membina lebih dari 110.000 SRC di seluruh provinsi di Indonesia, termasuk Papua. Sejak itu, berbagai pembenahan dilakukan terhadap tampilan tokonya, demi kenyamanan konsumsen dan pengembangan, serta peningkatan omset.
Bapak empat anak ini mengungkapkan, setelah bergabung dengan SRC ia pun kerap diundang untuk menjadi motivator bagi anggota lainnya. Perjalanan Markus Seseray membangun usaha dinilai bisa menjadi inspirasi untuk masyarakat.
Markus pernah diajak berbagi cerita di Nabire, Papua. Di daerah itu, para pemilik toko masih mengelola tokonya dengan cara lama. Ia tak menjelaskan lebih jauh cara lama yang dimaksud. Akan tetapi, pada kesempatan itu, Markus menceritakan perubahan yang dilakukan tokonya hingga akhirnya terus berkembang hingga saat ini.
“Saya ke sana (Nabire) jadi motivator. Kalau bisa teman-teman di daerah seperti begini. Kami sendiri merasakan, dengan bergabung dengan SRC, ada perubahan pendapatan, bertambah. Perubahan itu ke arah yang lebih baik,” kata dia.
Dari usahanya, Markus telah mempekerjakan lima orang. Ia mulai merangkul lingkungan terdekat, yaitu keluarga untuk bekerja dengannya. Namun, ia menekankan, meski yang bekerja masih anggota keluarga, profesionalisme tetap menjadi prinsip utama.
Menurut Markus, prinsip tersebut membuat usahanya bertahan, semakin berkembang, dan bisa memberikan penghidupan bagi orang lain. Tak ada keinginan baginya lagi untuk merantau, semangatnya untuk membangun tanah kelahirannya makin besar, meski semua berawal dari toko kelontong sederhana. (*)