TEMPO.CO, Jakarta - Setara Institute merilis survei pola beragama mahasiswa di 10 perguruan tinggi negeri. Hasilnya, Setara menemukan bahwa cukup banyak mahasiswa yang menginginkan sebuah negara bercorak keagamaan.
Baca: Budi Gunawan Ungkap Temuan BIN: 39 Persen Mahasiswa Radikal
“Kalau di skor 1 sampai lima, maka rata-rata 3,09 responden menginginkan negara bercorak norma agama,” kata peneliti Setara Institute Noryamin Aini, di Jakarta, Ahad, 30 Juni 2019.
Dosen Universitas Islam Negeri Jakarta ini mengatakan, merujuk pada angkat tersebut, keinginan responden menjadikan agamanya lebih terlembaga, lebih terakomodir dalam tata kehidupan politik formal cukup tinggi.
Setara melakukan survei pola beragama mahasiswa di 10 kampus negeri dengan 1.000 responden. Pertanyaan yang diajukan yakni, apakah perlu hukum agama diformulasikan menjadi hukum positif dan apakah perlu umat beragama berjuang untuk menegakkan negara teokratis. “Kalau mungkin dibahasakan seperti Hizbut Tahrir menginginkan negara khilafah,” kata Noryamin.
Hasil survei menunjukkan ada 5 kampus dengan persentase mahasiswanya yang menginginkan pola negara teokratis. Paling atas ada Universitas Mataram dengan angka 29 persen, Universitas Negeri Yogyakarta 22 persen, Universitas Islam Negeri Bandung 16 persen, Institut Pertanian Bogor 15 persen dan UIN Jakarta 11 persen.
Sementara, mahasiswa dari lima kampus lainnya menunjukan ketertarikan yang relatif rendah pada pola negara agama. Di antaranya, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada dan Institut Teknologi Bandung di angka 8 persen. Lalu, Universitas Brawijaya dan Universitas Airlangga di angka 7 persen.
Baca: UI Bakal Pecat Mahasiswa yang Terbukti Radikal
Noryamin mengatakan mahasiswa dari lima kampus yang terakhir disebut lebih menunjukkan ketertarikan pada pola hubungan agama dan negara yang lebih substantif. Artinya, negara hanya perlu mengadopsi nilai-nilai kebaikan dalam tiap agama. “Ada kompromi dalam tuntutan agama, yaitu mendirikan negara tidak pada kepentingan agama tertentu,” kata dia.