TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Edward Omar Sharif Hiariej mengklarifikasi penyebutan nama Le Duc Tho saat dirinya menjadi saksi ahli dalam sidang sengketa hasil pemilihan presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jum'at. 21/6, lalu. Eddy Hiariej, sapaan Edward, adalah saksi ahli yang dihadirkan tim kuasa hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Baca juga: Tim Prabowo Sebut Eddy Hiariej Kuasa Hukum Terselubung Jokowi
Eddy mengakui dirinya selip lidah saat menyebut nama Le Duc Tho. Le Duc Tho ialah mantan Perdana Menteri Vietnam yang diusulkan menerima hadiah Nobel Perdamaian lantaran jasanya melakukan gencatan senjata dengan Amerika Serikat, tetapi menolak.
"Saya slip of tongue. Bukan Le Duc Tho tapi kepala sipir penjara Kang Kek Iew," kata Eddy melalui pesan singkat, Rabu, 26 Juni 2019.
Nama Le Duc Tho ini terlontar saat Eddy ditanya oleh kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Denny Indrayana tentang contoh kejahatan luar biasa yang diputus melalui persidangan cepat. Eddy mengatakan, dalam Extraordinary Chambers in the Court of Cambodia, ada kasus yang diputus dalam waktu kurang dari dua pekan dengan saksi dan bukti yang valid.
Eddy menyebut atribusi kepala sipir penjara di Kamboja, tetapi menyebut nama Le Duc Tho. "Saat itu saya menyebut kepala sipir penjara Kamboja, terlintas di kepala nama Le Duc Tho," kata Eddy.
Pernyataan Eddy ini awalnya diluruskan oleh guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana. Dalam keterangan tertulisnya, Hikmahanto mengatakan penyebutan nama mantan Perdana Menteri Vietnam itu harus diklarifikasi.
"Penyebutan nama Le Duc Tho perlu diluruskan. Le Duc Tho tidak pernah diadili di pengadilan hibrid Kamboja atas tuduhan kejahatan internasional," kata Hikmahanto dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo hari ini, Rabu, 26 Juni 2019.
Hikmahanto menceritakan, sejumlah pihak menyampaikan bahwa pernyataan Eddy saat menjadi saksi ahli di MK itu tak tepat. Salah satunya ialah ayah Hikmahanto yang pernah menjadi Duta Besar Indonesia untuk Vietnam. Hikmahanto pun membuat klarifikasi setelah menerima sejumlah pandangan itu.
"Kemudian Prof Eddy whatsapp ke saya dan sampaikan bahwa beliau slip of tongue. Saya sampaikan bisa tidak salah sebut beliau sampaikan langsung lewat media. Karena di MK kalau ada slip of tongue tidak ada forum untuk meluruskannya," kata Hikmahanto.
Kepada Hikmahanto, Eddy menyampaikan terima kasihnya atas klarifikasi tersebut. Dia juga "menitipkan" permintaan maaf kepada pihak Kedutaan Besar Vietnam atas selip lidahnya itu. "Kita akademisi boleh salah tapi tidak boleh berbohong. Kebenaran akademis harus kita junjung tinggi," kata Eddy.
Selip lidah Eddy Hiariej ini juga dipersoalkan oleh tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga. Salah satu tim kuasa hukum, Luthfi Yazid, mencontohkan pernyataan Eddy sebagai landasan atau rujukan yang mengandung unsur kebohongan dan kesalahan bagi Mahkamah. Luthfi menyebut keputusan MK bisa menjadi invalid jika merujuk pada keterangan tersebut.