TEMPO.CO, Bandung - Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Bogor menolak seluruh dalil nota pembelaan alias pledoi yang disampaikan kuasa hukum terdakwa penganiayaan terhadap dua remaja, Bahar bin Smith dalam agenda sidang pembacaan replik di gedung Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung, Jalan Seram, Bandung, Senin, 24 Juni 2019.
Baca: Baca Pleidoi, Bahar bin Smith: Saya Tak Berniat Buruk Menganiaya
"Kami dengan tegas menolak atas nota pembelaan atau pledoi yang diajukan tim penasehat hukum terdakwa dalam sidang pada hari Kamis tanggal 20 Juni 2019," kaya jaksa Mumuh Ardiansyah saat membacakan replik, Senin, 24 Juni 2019.
Jaksa tetap kukuh pada tuntutan yang dilayangkan kepada terdakwa Bahar bin Smith dan berharap majelis hakim menjatuhkan hukuman sesuai dengan tuntutan yang dilayangkan jaksa, yakni pada persidangan yang berlangsung Kamis, 13 Juni 2019.
"Pada akhirnya dengan ini kami menyatakan tetap pada tuntutan pidana yang kami bacakan pada Kamis 13 Juni 2019 dengan harapan kiranya majelis hakim mempertimbangkan dan menerima surat tuntutan pidana terhadap terdakwa tersebut," ucapnya.
Jaksa menganggap nota pembelaan yang dilayangkan kuasa hukum Bahar tidak beralasan. Jaksa penuntut umum mengatakan perkara yang dibawa ke dalam persidangan telah melalui proses penyidikan oleh penyidik kepolisian. Sebelumnya, dalam pledoi, kuasa hukum Bahar mengatakan kalau kasus yang menjerat Bahar sangat kental dengan pemaksaan oleh oknum aparat penegak hukum untuk mencari-cari kesalahan terdakwa.
"Bahwa materi yang telah diuraikan tim penasihat hukum terdakwa dalam nota pembelaannya telah kami pelajari dan terjawab jelas dalam tuntutan kami akan tetapi tetap akan kami akan menanggapi karena mungkin tim penasihat hukum kurang mencermati," katanya.
Jaksa pun menilai saksi meringankan yang dihadirkan oleh kuasa hukum Bahar tidak termasuk saksi fakta. Kuasa hukum Bahar menghadirkan sebanyak 4 orang saksi yang menjelaskan ihwal penipuan yang dilakukan saksi korban Khoirul Umam dan Cahya Abdul Jabar yang mengaku-ngaku sebagai Bahar bin Smith ketika berkunjung ke Bali.
"Saksi meringankan terdakwa sebanyak 4 orang dimana saksi itu bukan saksi fakta karena tidak ada seorang saksi itu di tempat kejadian perkara dan tidak ada saksi yang melihat perbuatan terdakwa dan kawan-kawan terdakwa melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan penuntut umum," ucap dia.
Sehingga, kata dia, kesaksian keempat saksi meringankan itu tidak bisa menghapuskan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa Bahar yang menyiksa dan merampas kemerdekaan saksi korban.
Selain itu, dalil yang disampaikan oleh kuasa hukum dalam pledoi yang menyatakan kalau saksi korban Muhammad Khoirul Umam Almuzaqi dikatakan dewasa karena disinyalir sudah menikah dan memiliki anak. Berdasarkan Kartu Keluarga (KK) orang tua Zaki, yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor, Zaki tercatat lahir pada 13 Desember 2001. Adapun kejadian terhadap korban yakni pada 1 Desember 2018. "Usia Zaki masih di bawah 18 tahun," katanya.
"Tentang saksi korban Khoirul Umam almuzaqi secara formal dan materil tidak terbantahkan sebagai pengertian anak dalam usia 18 tahun ke bawah sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UU nomor 35 tahun 2014 atas perubahan terhadap UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak," ucap dia.
Sementara itu, kuasa hukum Bahar Ichwan Tuankotta mengatakan pihaknya masih tetap berpegang teguh pada pledoi yang telah disampaikan sebelumnya. Ichwan pun berharap agar majelis hakim memutuskan perkara itu dengan seadil-adilnya.
"Pada intinya kami tetap pada nota pembelaan kami. Kami memohon kepada yang mulia pengadilan Negeri Bandung untuk memutuskan perkara ini seadil-adilnya dan memberikan keringanan kepada terdakwa," kata Ichwan.
Baca: Tak Seperti Biasanya, Bahar bin Smith Royal Bicara ke Awak Media
Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut Bahar bin Smith dikenakan hukuman penjara selama 6 tahun ditambah denda sebesar Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.