TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memastikan tidak akan ada pembatasan akses media sosial saat pembacaan putusan sidang sengketa Pilpres 2019.
Baca: Sudah Siap, MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres Kamis 27 Juni
Pasalnya, statistik penyebaran hoaks di media sosial sudah turun tajam sejak terakhir kali dibatasi. "Kalau ini begini (grafiknya turun), apa yang dibatasi? Enggak usah lah," kata Rudiantara di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, 24 Juni 2019.
Rudiantara mengatakan, dalam rentang 21 hingga 24 Mei lalu, grafik penyebaran hoaks di media sosial terpantau cukup tinggi. Ia menyebut ada 600 kanal atau URL yang aktif menyebarkan hoaks. Namun, setelah pemerintah membatasi akses media sosial pada 22 Mei, kanal-kanal yang menyebarkan hoaks sudah jauh berkurang. "Kanalnya dari 600-an sekarang tinggal di bawah 100," katanya.
Menurut Rudiantara, dengan adanya tren penurunan penyebaran hoaks di media sosial, tak ada alasan untuk membatasi akses media sosial. Namun, dia mengimbau kepada masyarakat pengguna medsos untuk tidak memantik hoaks. "Ayo kita jaga dunia maya, jangan memantik hoaks yang berkaitan dengan hasil pemilu, dan juga jangan mengedarkan hoaks," kata dia.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk mengambil kebijakan pembatasan fitur tertentu di media sosial (medsos), seperti proses unggah foto dan video di Facebook, Instagram, WhatsApp dan Twitter dibatasi agar tidak membuat situasi semakin gaduh sehubungan dengan aksi demo 22 Mei.
Baca: Sidang MK, Bambang: Pemohon Tak Mungkin Buktikan Kecurangan
Pembatasan dilakukan karena banyak informasi yang viral, cepat menyebar, dan langsung berpengaruh pada kondisi psikologis masyarakat terkait demo 22 Mei. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo menyebutkan ada 600 URL per hari yang digunakan untuk menyebarkan konten hoaks maupun negatif terkait aksi 22 Mei 2019.