TEMPO.CO, Jakarta - Pengajar Hukum Acara Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Choky Ramadhan mendesak agar Undang-undang Nomor 35 Tahun 2019 Tentang Narkotika (UU Narkotika) segera direvisi. “Khususnya pada sisi pencegahan dan penindakan,” kata dia di kawasan Cikini, Jakarta Pusat pada Ahad, 23 Juni 2019.
Baca juga: Polisi Thailand Serahkan 100 Kg Ganja Sitaan untuk Medis
Choky menilai pemerintah sampai saat ini masih keliru dalam menangani masalah narkotika. Hal ini bisa dilihat dari sejumlah kebijakan penanggulangan narkotika yang dibuat tanpa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Sepanjang 2014-2019, kata dia, tercatat sejumlah kebijakan seperti tembak mati tersangka kasus narkoba, pencabutan moratorium hukuman mati, hingga kriminalisasi pengguna narkoba.
"Hal ini mengakibatkan dampak yang lebih buruk baik bagi pemerintah maupun masyarakat, seperti overcrowding sampai gagalnya program kesehatan masyarakat yang diinisiasi pemerintah," kata Choky.
Koordinator Advokasi PKNI Alfina Qisti menilai rehabilitas terhadap pengguna narkoba harus lebih ditekankan. Ia menuturkan, perlu adanya penanganan yang bersifat komprehensif. "Cara demand reduction juga tidak hanya perawatan dan rehabilitasi, ada informasi pendidikan, pengobatan dan pencegahan kambuh," ujar dia.
Senada dengan Alfina, pengajar Hukum Pidana STH Indonesia Jentera Miko Ginting menuturkan pemerintah wajib melakukan pendekatan kesehatan seperti rehabilitas sebagai alternatif lain untuk pengguna narkotika. "Penegakan hukum pidana harus dikesampingkan karena tidak terbukti selama ini tidak berhasil. Solusi tunggal adalah pelayanan kesehatan. Itu jadi penting diambil pemerintah," ujar Miko.