TEMPO.CO, Jakarta - Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menilai panitia seleksi calon pimpinan atau Pansel KPK “salah fokus” dalam mencari figur pemimpin lembaga antirasuah. "Alih-alih mencari tokoh antikorupsi yang bersih dan berintegritas, Pansel KPK justru terkesan lebih konsen mencari tokoh anti teroris." Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo menyampaikannya dalam keterangan tertulis, Rabu, 19 Juni 2019.
Reaksi wadah pegawai ini muncul setelah Pansel KPK menyatakan melibatkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam proses seleksi periode ini. Pansel beralasan tak ingin kecolongan meloloskan calon pimpinan berpaham terorisme. "Eranya seperti ini, kami tidak mau kecolongan," kata Ketua Pansel KPK, Yenti Garnasih di Mabes Polri, Jakarta, Kamis, 13 Juni 2019.
Baca juga: Polri Seleksi 9 Perwira Tinggi Sebelum Disetor ke Pansel KPK
Selain BNPT, Badan Narkotika Nasional juga baru sekali ini digandeng untuk turut mengawasi proses seleksi calon pimpinan komisi antikorupsi. Usul pelibatan dua lembaga itu dibawa ke Presiden Joko Widodo dalam pertemuan di Kantor Presiden, Jakarta, 17 Juni 2019. Jokowi setuju.
Di saat yang hampir bersamaan dengan usul pelibatan BNPT, rumor berkembangnya paham radikal di tubuh lembaga antirasuah menyeruak di media sosial. Pada 13 Juni 2019, pegiat media sosial, Denny Siregar menulis 'Ada Taliban di Dalam KPK?'
Dalam tulisan itu, ia menyebut ada dua kelompok dalam KPK yakni Polisi Taliban dan Polisi India. "Saya kurang tahu yang dimaksud dengan Polisi India. Mungkin mirip dengan Polisi India yang baru datang setelah kejadian sudah selesai," tulis Denny. Sedangkan, 'Polisi Taliban', kata Denny, adalah kelompok agamis dan ideologis. Taliban adalah kelompok yang banyak melakukan pelanggaran HAM di Afghanistan, yang didukung Amerika Serikat dan Pakistan.
Baca juga: Jokowi Panggil Pansel KPK ke Istana Pagi Ini
Wadah pegawai membantah berkembangnya paham radikal di tubuh KPK. Berdiri sejak 2003, kata Yudi, belum pernah ada personel KPK yang terafiliasi dengan kegiatan terorisme, organisasi terlarang, atau menunjukan rasa benci terhadap agama dan ras tertentu.
Yudi curiga isu KPK radikal sengaja dimunculkan agar perhatian publik terpecah sehingga calon-calon pimpinan KPK yang justru memiliki persoalan integritas dapat masuk ke KPK untuk merusak KPK dari dalam. Dia meminta publik agar lebih memperhatikan rekam jejak calon pimpinan dan potensi adanya konflik kepentingan dari calon itu.
Indonesia Corruption Watch menilai narasi antiradikalisme yang sering disampaikan Pansel KPK menunjukan ketakutan yang berlebihan dan tidak memahami kebutuhan KPK. ICW meminta pansel fokus mencari figur antikorupsi, bukan pemberatasan terorisme. "Pekerjaan rumah utama adalah menemukan figur-figur yang mempunyai integritas," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.