TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly masih ragu memindahkan napi koruptor ke Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan. Dia menganggap koruptor bukanlah napi berisiko tinggi yang memerlukan penjagaan supermaksimum.
Baca: Setya Novanto Dipindah ke Lapas Gunung Sindur Supaya Jera
"Napi koruptor bukanlah kategori risiko tinggi yang memerlukan keamanan supermaksimum. Itu persoalannya," kata Yasonna di kantornya, Jakarta, Selasa, 18 Juni 2019.
Politikus PDIP itu berujar Nusakambangan adalah penjara dengan penjagaan supermaksimum yang dibuat untuk memenjarakan napi berisiko tinggi. Karena itu, Nusakambangan, kata dia, lebih cocok dihuni oleh teroris, bandar narkoba, dan pelaku pembunuhan.
Sebelumnya, wacana memindahkan napi koruptor ke Nusakambangan diungkit Komisi Pemberantasan Korupsi setelah kejadian Setya Novanto kabur. Setya mengelabui petugas Lapas Sukamiskin saat berizin obat di Rumah Sakit Santosa Bandung. Mantan ketua DPR itu ketahuan malah pelesiran bersama istri ke toko bangunan.
Setelah kejadian itu, KPK menagih rencana Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham untuk memindahkan sejumlah napi korupsi kelas kakap ke Nusakambangan. KPK bilang itu merupakan salah satu poin kesepakatan yang diajukan Dirjen PAS untuk memperbaiki sistem penjara setelah operasi tangkap tangan KPK di Lapas Sukamiskin.
KPK menyetujui usul Dirjen PAS itu. Lembaga antirasuah ini berharap pemindahan koruptor ke Nusakambangan bisa mencegah napi pelesiran ke Nusakambangan.
Baca: ICW Minta Yasonna Laoly Tanggung Jawab Setya Novanto Kabur
Tapi Yasonna Laoly bilang usul memindahkan napi koruptor justru datang dari KPK. KPK mengusulkan hal itu setelah berkunjung ke Lapas Nusakambangan. Dia bilang sebenarnya masalah napi pelesiran bisa diselesaikan bila aturan lapas bisa dijalankan dengan semestinya. "Saya kira kalau kita menegakkan aturannya, semua taat kepada itu," ujar Yasonna.