TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal Polri menangkap WN, tersangka pembuat hoaks server Komisi Pemilihan Umum direkayasa untuk memenangkan calon presiden Joko Widodo. Dia ditangkap setelah sempat kabur selama 2 bulan.
Baca juga: SafeNet Pertanyakan Dasar Hukum Polisi Pantau Grup WhatsApp
"Yang bersangkutan ditangkal berdasarkan informasi masyarakat dalam pencarian DPO kasus ceramah yang dilakukan seseorang di wilayah Serang, Banten," kata Kepala Subdirektorat II Direktorat Siber Bareskrim, Komisaris Besar Rickynaldo Chairul, di Mabes Polri, Jakarta, Senin, 17 Juni 2019.
Ricky mengatakan WN, 54 tahun, adalah orang yang pertama kali bicara mengenai server KPU telah disetting untuk memenangkan Jokowi dalam pilpres 2019 dengan perolehan suara 57 persen. Omongannya itu sempat viral di media sosial beberapa waktu sebelum pemungutan suara pilpres 2019.
Video itu diketahui diambil di rumah mantan Bupati Serang Ahmad Taufik pada 27 Maret 2019. Saat itu WN memaparkan klaim temuannya soal server KPU bocor kepada para relawan salah satu pasangan calon. Ia juga menyatakan server KPU berada di Singapura.
Ricky mengatakan kepolisian sempat kesulitan menangkap WN karena kerap berpindah tempat antara Jakarta dan Solo. Polisi akhirnya menangkap dosen bidang informasi teknologi itu di wilayah Boyolali, pada 11 Juni 2019. Dari tangannya, polisi menyita dua buah ponsel, simcard dan kartu ATM.
Ricky menuturkan dari hasil pemeriksaan, WN diketahui hanya mencomot informasi mengenai server KPU jebol dari media sosial. WN, kata dia, tak pernah melakukan penelitian sendiri. Polisi menduga WN melakukan penyebaran hoaks itu supaya mendapatkan pengakuan sebagai tim IT salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Baca juga: Patroli Siber Polri Pantau Grup WhatsApp yang Sebar Hoaks
Atas perbuatannya, WN dijerat dengan pasal Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana; dan/atau Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Pasal 310 KUHP tentang dan/atau Pasal 311 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik; dan/atau Pasal 207 KUHP tentang Penghinaan Terhadap Penguasa, dalam kasus ini KPU. WN terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp 750 juta.