TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Veri Junaidi, menilai bukti-bukti yang disampaikan tim hukum Prabowo - Sandi terkait dugaan kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) tidak cukup kuat.
Baca: Menakar Peluang Menang Gugatan Prabowo Soal Pilpres di Sidang MK
"Saya melihat 80-90 persen bukti yang dilampirkan lebih banyak pemberitaan media dibandingkan bukti-bukti otentik. Kami melihat bukti-bukti yang diajukan tim hukum Prabowo-Sandi tidak cukup kuat," ujar Veri dalam sebuah acara diskusi di bilangan Gondangdia, Jakarta, pada Ahad, 16 Juni 2019.
Veri menilai, pemberitaan media adalah informasi awal yang juga harus dibuktikan lagi dengan bukti-bukti otentik. Sementara untuk membuktikan kecurangan TSM, ujar Veri, pembuktiannya harus berlapis dan signifikan. "Pembuktian TSM itu menyangkut kejadian dikaitkan dengan kejadian yang lain, terus kemudian apakah itu mempengaruhi hasil. Pembuktiannya tidak sederhana," ujar dia.
Dalam sidang pendahuluan Mahkamah Konstitusi pada Jumat lalu, tim hukum Prabowo-Sandi menyebut lima jenis pelanggaran dan kecurangan yang diklaim TSM dalam pilpres 2019, yakni penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan program kerja pemerintah, penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, ketidaknetralan aparatur negara seperti polisi dan intelijen, pembatasan media dan pers, serta diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakan hukum. Sejumlah link pemberitaan media pun dicantumkan kubu Prabowo guna membuktikan kecurangan TSM tersebut.
Tim hukum Prabowo-Sandi, Denny Indrayana, mengatakan jenis pelanggaran dan kecurangan itu semuanya bersifat TSM. Dalam arti dilakukan oleh aparat struktural, terencana, serta mencakup dan berdampak luas pada banyak wilayah Indonesia.
Baca: Tak Hadir di Sidang MK, Ini yang Dilakukan Prabowo dan Sandiaga
"Bahwa upaya melaporkan kecurangan TSM ini sudah coba dilakukan ke Bawaslu yang terdaftar pada 14 Mei 2019, namun laporan tersebut dinyatakan 'tidak dapat diterima', bukan ditolak," ujar Denny dalam sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat, 14 Juni 2019.