TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membidik korporasi dalam kasus suap pengangkutan pupuk yang menjerat anggota DPR Bowo Sidik Pangarso. KPK menyatakan tidak mungkin bagian Marketing PT Humpuss Transportasi Kimia, Asty Winasti memberikan uang kepada Bowo untuk kepentingannya sendiri.
Baca: Pansel KPK Minta BNPT dan BIN untuk Cek Rekam Jejak Capim
"Kami duga kepentingan dibalik suap ini untuk mendorong proses perjanjian antara PT HTK dan PT Pupuk Indonesia Logistik," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, 13 Juni 2019.
Febri mengatakan KPK bakal menguraikan keterkaitan antara Asty dengan pihak-pihak di PT Humpuss Transportasi, PT Pupuk Indonesia Logistik, dan PT Pupuk Indonesia dalam kasus ini. Keterkaitan itu bakal dijelaskan dalam dakwaan yang akan dibacakan jaksa KPK dalam sidang perdana kasus ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada 19 Juni 2019.
Febri menuturkan sejauh ini KPK belum melakukan penyidikan untuk keterlibatan kasus suap Bowo Sidik. Namun, dakwaan KPK akan menjelaskan soal peran pihak lain yang ada di dalam korporasi yang disebutkan. "Peran sejumlah pihak ini maksudnya bisa dari berbagai unsur ya, dari korporasi itu atau dari unsur yang lain," kata dia.
KPK menangkap Asty dalam operasi tangkap tangan pada Maret 2019. Ia ditangkap bersama Bowo Sidik dan bawahannya Indung. KPK menyangka Asty menyuap Bowo Sidik dengan jumlah US$ 158 ribu dan Rp 311 juta atau sekitar Rp 1,2 miliar sejak 2018 hingga 2019. KPK menyangka suap itu diberikan agar Bowo membantu PT HTK mendapatkan kontrak kerja sama pengangkutan pupuk dari PT Pupuk Indonesia Logistik.
Baca: KPK Lelang Action Figure dari Kasus Zumi Zola
Tak hanya dari Asty, KPK menyangka Bowo juga menerima uang dari pihak lain. Sebab, saat menggeledah kantor Bowo, PT Inersia Tampak Engineer, KPK menemukan duit Rp 8 miliar yang sudah terbungkus dalam 400 ribu amplop. KPK menduga Bowo menyiapkan amplop itu untuk serangan fajar atau praktek bagi-bagi duit untuk membeli suara pemilih.