TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal mengatakan kepolisian sedang mendalami dalang di balik pembelian senjata api ilegal, dan perencanaan pembunuhan tokoh nasional. Sejauh ini menurut keterangan tersangka yang didapatkan polisi, mereka baru menyebut nama Mayor Jenderal TNI (Purn) Kivlan Zein, dan politikus Partai Persatuan Pembangunan, Habil Marati.
Baca juga: Pimpinan PPP Belum Berhasil Menghubungi Habil Marati
“Penyidik sedang mendalami itu. Sepertinya pertanyaannya menggiring ke inti dalangnya. (Tapi) perlu waktu perlu proses untuk alur tersebut,” ujar Iqbal kepada wartawan dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa 11 Juni 2019.
Iqbal menyebut sejauh ini sudah ada petunjuk dan alat bukti yang mereka miliki. Menurutnya sudah ada keterkaitan antara tersangka ke tokoh-tokoh lainya. “Ada beberapa keterangan dari tersangka bahwa mereka disurh si A disuruh B dari daerah mana, dari A B C D sudah ada. Tapi belum waktunya saat ini kami sampaikan.”Manajer Timnas Senior Sepakbola Indonesia Habil Marati. ANTARA/Yudhi Mahatma
Iqbal pun membeberkan beberapa pengakuan tersangka. Salah satunya Iwan asal Bogor. Dalam video pengakuan, Iwan mengatakan pada bulan Maret Kivlan Zen mengajaknya bertemu di Masjid Kelapa Gading, Jakarta Utara. Pada pertemuan itu ia diberikan uang sejumlah Sin$ 15.000, yang ia tukarkan langsung di money changer menjadi Rp 150 juta.
Uang tersebut, menurut Iwan, diberikan Kivlan untuk pembelian empat senjata api. Dua senjata laras pendek, dan dua senjata laras panjang. “Saya domisili Binong, Bogor, saya diamankan polisi terkait ujaran kebencian. kepemilikan senjata api, dan ada kaitannya senior saya yakni Mayor Jenderal Kivlan Zen,” ucap dia.
Video selanjutnya berisi pengakuan Tajudin, yang mengaku diperintahkan oleh Kivlan Zen untuk mengeksekusi Menko Polhukam Wiranto, Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan, Kepala Badan Intelejen Nasional Budi Gunawan, Staff Khusus Presiden Bidang Intelejen dan Keamanan Gories Mere. “Saya mendapat perintah dari Mayjen Purn Kivlan Zen melalui Haji Kurniawan alias Iwan utk menjadi eksekutor,” tutur dia.
Satu video lain berisi pengakuan seseorang bernama Irfansyah. Ia mengaku bertemu dengan Kivlan Zen di masjid Pondok Indah, dua hari sehabis pemilu. Irfansyah mengatakan dirinya diperintahkan untuk mengeksekusi Direktur Eksekutif lembaga survei Charta Politica, Yunarto Wijaya. “Pak Kivlan mengeluarkan handphone menunjukkan alamat serta foto Pak Yunarto direktur lembaga quick count,” kata dia.
Kuasa hukum Mayor Jenderal (Purnawirawan) Kivlan Zen, Muhammad Yuntri, mengatakan kliennya menyanggah keterangan para tersangka perencanaan pembunuhan tokoh nasional. Menurut dia keterangan para tersangka berbeda dengan cerita versi Kivlan. “Kivlan secara fakta membantah tegas dengan cerita yang berbeda,” tulis Yuntri dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Selasa 11 Juni 2019.
Sekitar tiga bukan lalu, kata Yuntri, Iwan pernah dimintai tolong Kivlan untuk menggelar kegiatan demonstrasi anti-PKI dalam momentum peringatan hari Surat Perintah 11 Maret (Supersemar). Setelah kliennya memberikan dukungan sejumlah dana, tiba-tiba Iwan memberitahu Kivlan bahwa ada rencana pembunuhan terhadap eks Kepala Staf Kostrad itu oleh para empat petinggi negara melalui Badan Intelijen Negara. “Maka untuk mengantisipasinya, Iwan mendapat tugas melindungi Kivlan dan dipekerjakanlah sebagai sopir pribadi kemana-mana.”
Soal kepemilikan denjata api, kata Yantri, tidak pernah ada transaksi yang melibatkan Kivlan. Maka tuduhan yang kini dijadikan dasar polisi untuk menjerat Kivlan sebagai tersangka dengan Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Pasal 1 tentang kepemilikan senjata api ilegal, ia sebut tidak berdasar.
Pengacara Habil Marati, Sugito Atmo, juga membantah keterlibatan kilennya. “Tak ada relevansi aktivitas pak Habil dengan isu penembakan sejumlah pejabat,” kata dia.
FIKRI ARIGI | AVIT HIDAYAT